BANTEN- Koordinator organisasi Kemajuan untuk Masyarakat (KAUM) Banten, Mufrod Tama, menuding Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten telah melakukan politisasi hukum terkait dengan kasus sport center Banten. Tuduhan ini muncul setelah Kejati Banten kembali mengangkat kasus dugaan korupsi pembangunan Sport Center Banten yang berlangsung pada 2008-2011. Mufrod menilai tindakan Kejati Banten sangat berpotensi merugikan demokrasi, mengingat waktu pengungkapan kasus yang hanya beberapa hari sebelum pemungutan suara Pilkada Banten, pada 27 November mendatang.
Pihak Kejati Banten sebelumnya menggelar siaran pers terkait kasus tersebut pada Rabu (20/11/2024), sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap dua saksi yang direncanakan pada Jumat (22/11/2024). Dua saksi yang dimaksud adalah Fahmi Hakim, Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Serang, serta Tb Chaeri Wardana alias Wawan, suami dari calon gubernur Banten, Airin Rachmi Diany. Wawan dijadwalkan untuk diperiksa dalam rentang waktu yang sangat dekat dengan pencoblosan Pilkada, sehingga memicu tudingan adanya unsur politisasi.
“Kasus ini kembali diungkit hanya beberapa hari sebelum Pilkada, ini terindikasi kuat ada politisasi hukum. Hukum digunakan sebagai alat politik yang mengganggu proses demokrasi,” ungkap Mufrod dalam keterangan tertulisnya. Ia juga menyoroti adanya kaitan kasus dengan suami dari calon gubernur Airin Rachmi Diany, yang secara tidak langsung bisa mempengaruhi persepsi publik terhadap kandidat yang bersangkutan.
Mufrod menyatakan bahwa pengungkapan kasus tersebut pada waktu yang sangat strategis jelas menciptakan irisan opini yang dapat merusak citra pasangan calon, terutama bagi Airin yang sedang berlaga dalam Pilkada Banten. Mufrod menambahkan, cara seperti ini menodai nilai-nilai demokrasi yang seharusnya bebas dari manipulasi politik.
Airin, dalam responsnya, meminta publik untuk lebih cerdas dalam menilai situasi yang berkembang. “Jangan anggap publik tidak pintar. Semua sedang menyoroti banyak kasus dugaan tidak netralnya aparat penegak hukum di Banten. Jangan nodai komitmen Presiden Prabowo Subianto yang tidak ingin ada intervensi hukum dalam proses Pilkada,” ujarnya dengan tegas.
Sementara itu, pengacara Tb Chaeri Wardana, Sukatma, menyebutkan bahwa kasus ini sebelumnya pernah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan telah diputuskan dengan keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Sukatma menambahkan bahwa meskipun kliennya belum menerima surat panggilan dari Kejati Banten, ia menilai situasi ini tidak terlepas dari pertanyaan publik apakah kejadian ini mencerminkan politisasi hukum.
Sukatma juga mengungkapkan bahwa pembangunan Sport Center atau Banten International Stadium memang telah melalui berbagai prosedur yang sesuai dengan regulasi. Pembangunan tersebut, kata Sukatma, bahkan telah mendapatkan pertimbangan dari KPK sejak awal perencanaannya. “Gedung Sport Center atau Banten International Stadium sudah megah berdiri. Artinya, lahannya sudah dimanfaatkan oleh pemerintah provinsi,” jelasnya.
Kasus sport center Banten yang kembali mencuat jelang Pilkada ini menggambarkan betapa rentannya proses hukum yang bisa saja dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Masyarakat Banten kini semakin cerdas dalam menyikapi setiap dinamika hukum yang melibatkan politik praktis. Waktu yang dipilih untuk membuka kembali kasus ini menambah pertanyaan tentang apakah hukum benar-benar digunakan untuk mencari keadilan, atau justru untuk merugikan pihak-pihak tertentu demi kepentingan politik yang sempit.
(JOHANSIRAIT)
Kejati Banten Dituding Politisasi Hukum Jelang Pilkada, Kasus Sport Center Diungkit Kembali