JAKARTA — Kebijakan pemberantasan truk Over Dimension-Over Load (ODOL) atau Zero ODOL kembali menjadi sorotan.
Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi menyatakan bahwa penerapan kebijakan yang seharusnya efektif pada 2026 tersebut masih jauh dari optimal, meski telah dirancang sejak tahun 2017.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/6/2025), Dudy mengungkapkan bahwa berbagai kendala teknis dan penolakan dari para pengemudi menjadi faktor utama keterlambatan.
"Jadi ketika sudah disepakati, kemudian langsung pada keberatan," kata Dudy, menyebut penolakan terus berulang sejak pengemudi meminta penundaan pertama kali pada 2018.
Padahal, aturan terkait ODOL telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Artinya, implementasi Zero ODOL telah tertunda selama 16 tahun sejak dasar hukumnya ditetapkan.
"Zero ODOL ini sudah lama jadi komitmen, tapi pelaksanaannya tidak sesuai. Kita tunda terus selama 16 tahun," ujarnya.
Menurut data Kemenhub, sepanjang tahun 2024 terdapat 27.337 kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan angkutan barang, dengan sekitar 6.000 korban jiwa.
"Kami bisa memahami keresahan para pengemudi. Namun kita juga harus peduli pada keselamatan masyarakat luas. Nyawa yang hilang tak bisa dibayar," tegas Dudy.
Selain korban jiwa, beban negara juga membengkak.
Setiap tahunnya, pemerintah harus menggelontorkan anggaran hingga Rp43,4 triliun untuk memperbaiki kerusakan jalan akibat truk ODOL.
"Kalau kita tidak ambil langkah tegas, kerugian ini akan terus bertambah dan membebani negara," ujarnya.