Barang bukti uang senilai Rp11,8 triliun saat konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Gedung Bundar Jampidus Kejaksaaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (17/6/2025). (foto: espos/antr)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menanggapi pernyataan Wilmar International Limited terkait penyitaan uang sebesar Rp11,8 triliun dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas CPO dan turunannya.
Wilmar menyebut dana tersebut sebagai dana jaminan, namun Kejagung menegaskan bahwa uang itu merupakan barang bukti atau uang pengembalian kerugian keuangan negara.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan kepada wartawan, Rabu (18/6), bahwa dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tidak dikenal istilah dana jaminan.
"Yang ada uang disita sebagai barang bukti atau uang pengembalian kerugian keuangan negara," ujar Harli.
Uang yang disita dari lima terdakwa korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group tersebut berdasarkan Penetapan Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst tanggal 4 Juni 2025.
Penyitaan ini menjadi bagian penting dalam proses hukum yang tengah berjalan dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam putusan pengadilan pasca tim penuntut umum mengajukan tambahan memori kasasi.
"Karena perkaranya masih berjalan, uang pengembalian tersebut disita untuk bisa dipertimbangkan dalam putusan pengadilan," jelas Harli.
Lebih lanjut, Harli menyebutkan bahwa uang yang disita telah dimasukkan ke dalam memori kasasi sebagai bagian tidak terpisahkan guna menjadi bahan pertimbangan hakim agung dalam pemeriksaan kasasi.
Uang tersebut juga dikompensasikan untuk menutupi seluruh kerugian negara akibat perbuatan korupsi para terdakwa korporasi.
Kejagung optimis dengan proses kasasi yang sedang berjalan dan yakin akan memenangkan perkara ini.
"Kami harus optimis karena penyitaan sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan dan Jaksa Penuntut Umum. Kami juga telah memasukkan tambahan memori kasasi terkait penyitaan uang tersebut," tutup Harli.*