BREAKING NEWS
Selasa, 22 Juli 2025

Masalah Perlindungan Hukum Sertifikat Tanah Elektronik

Redaksi - Kamis, 22 Mei 2025 07:56 WIB
213 view
Masalah Perlindungan Hukum Sertifikat Tanah Elektronik
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh:Aarce Tehupeiory & Syaiful Bahari

SALAH satu tujuan utama dari kegiatan pendaftaran tanah ialah menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah bagi setiap orang atau badan hukum. Dengan pemberian sertifikat tanah, penting bagi pemegang hak atas tanah agar dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang berhak atas suatu bidang tanah tertentu dan bebas dari segala gugatan pihak lain.

Sementara itu, dalam peralihan hak, bagi calon pembeli atau kreditur mendapat kepastian hukum dan keterbukaan informasi bahwa tanah tersebut terbebas dari klaim hak pihak lain. Keterbukaan informasi tersebut dapat dilihat melalui ketersediaan data fisik dan data yuridis yang disajikan di kantor pertanahan yang berlaku terbuka bagi umum dengan keterangan diberikan dalam bentuk surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT).

Kepastian hukum yang dimaksud dalam kegiatan pendaftaran tanah di atas antara lain ialah kepastian hukum mengenai orang atau badan yang menjadi pemegang hak (subjek hak). Kepastian hukum mengenai lokasi, batas, serta luas suatu bidang tanah hak (objek hak), dan kepastian hukum mengenai haknya.

Selama ini, informasi mengenai subjek, objek, riwayat peralihan hak atas tanah, dan peta lokasi tanah sebagaimana yang disebut di atas, tercantum di dalam buku sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Buku sertifikat tanah inilah yang menjadi alat bukti yang sah di muka hukum bahwa seseorang atau badan hukum sebagai pemilik hak atas tanah.

TRANSISI SERTIFIKAT MANUAL KE ELEKTRONIK

Sudah menjadi persoalan umum bahwa sertifikat tanah dalam bentuk fisik menimbulkan sengketa atau konflik pertanahan. Terlebih lagi ketika sertifikat tersebut hilang, beralih hak secara ilegal, pemalsuan, atau tumpang tindih sertifikat yang mana kejadian-kejadian tersebut sering kali menyulitkan pengadilan dalam pembuktian siapa pemegang hak yang sah.

Belum lagi jalannya perkara yang memakan waktu bertahun-tahun, semua ini membuat para pihak yang bersengketa menghabiskan biaya, waktu, dan energi yang tidak sedikit. Dengan demikian, sistem administrasi pertanahan di Indonesia masih mewariskan persoalan yang tidak pernah selesai, baik dulu, kini, maupun masa mendatang.

Oleh karena itu, salah satu jalan keluar yang ditempuh pemerintah (Kementerian ATR/BPN) ialah mendorong digitalisasi layanan pertanahan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, kepastian hukum, dan modernisasi sistem administrasi pertanahan.

Merujuk kepada peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), hal ini mempunyai korelasi dengan pendaftaran tanah yang bermakna pentingnya kepastian hukum hak atas tanah. Namun, dalam implementasinya, untuk sertifikat manual sering terjadi tumpang tindih data, pemalsuan, dan kerusakan fisik.

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
komentar
beritaTerbaru