Seorang pemimpin atau figur publik yang berintegritas memiliki dampak yang jauh lebih besar daripada seribu teori moral. Menghidupkan Pancasila di era digital berarti mewujudkannya dalam kebijakan, tindakan, dan perilaku sehari-hari yang berpihak pada nilai persatuan, keadilan, dan kemanusiaan—serta membekali generasi muda agar mampu memfilter apa yang mereka lihat, dengar, dan ikuti.
MENGHIDUPKAN NILAI LUHUR
Ruang-ruang yang menjadi tempat hidupnya nilai-nilai Pancasila bagi anak-anak meliputi keluarga, sekolah, dan komunitas. Keluarga menjadi fondasi pertama dalam menanamkan nilai-nilai tersebut melalui teladan nyata orangtua dan suasana rumah yang penuh kasih, saling menghormati, serta komunikasi terbuka.
Sekolah berperan sebagai miniatur masyarakat Pancasila, tempat anak belajar mengamalkan kejujuran, musyawarah, gotong royong, dan toleransi secara langsung melalui budaya sekolah dan keteladanan para pendidik. Sementara itu, komunitas yang sehat, seperti organisasi pemuda dan kelompok hobi, menyediakan wadah bagi anak-anak untuk mengembangkan keberanian, solidaritas, dan kesadaran demokrasi melalui aktivitas kolektif yang relevan dengan kehidupan mereka.
Namun, di era digital saat ini, ruang digital atau internet juga menjadi lingkungan penting yang tak bisa diabaikan dalam pembentukan karakter anak. Ruang digital menawarkan dua sisi: sumber inspirasi sekaligus potensi disinformasi. Tanpa pembekalan yang tepat, anak kesulitan memilah informasi yang mereka temui.
Karena itu, keteladanan bukan hanya soal kesempurnaan, melainkan juga kejujuran, integritas, dan konsistensi dalam bertindak. Maka, anak-anak perlu dibekali kemampuan untuk memilah dan menyaring berbagai informasi yang mereka terima agar nilai-nilai luhur Pancasila tetap terjaga dan terinternalisasi secara benar.
Anak-anak yang hari ini sering dianggap bermasalah sebenarnya sedang mencari arah dalam hidup mereka. Pancasila seharusnya menjadi kompas moral yang membimbing mereka, bukan sekadar simbol negara atau materi hafalan di sekolah. Mereka memerlukan lebih dari sekadar pengajaran; mereka membutuhkan keteladanan nyata yang bisa mereka contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika terjadi penyimpangan, itu bukan hanya kegagalan anak secara individual, melainkan juga kegagalan bersama kita semua dalam menghadirkan dan menghidupkan nilai luhur bangsa. Karena itu, tanggung jawab kolektif antara keluarga, sekolah, komunitas, media, dan negara sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang menumbuhkan nilai-nilai Pancasila secara berkelanjutan.
Di tengah minimnya figur publik yang layak dijadikan panutan, marilah kita semua—sebagai keluarga, pendidik, komunitas, dan warga negara—menjadi agen perubahan yang nyata. Dengan menanamkan dan menghidupkan nilai Pancasila di lingkungan terdekat dan ruang digital, kita tidak hanya membentuk karakter anak, tetapi juga masa depan bangsa.* (mediaindonesia.com)
*)Wakil Direktur Kerja Sama Antarlembaga Yayasan Sukma