BREAKING NEWS
Senin, 18 Agustus 2025

TELAT MERDEKA

Redaksi - Minggu, 17 Agustus 2025 17:40 WIB
TELAT MERDEKA
ilustrasi bendera merah putih (foto : istock)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Achmad Mochtar lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat. Ayahnya seorang guru. Guru yang sangat hebat. Saking hebatnya sampai masuk koran-koran di zaman itu. Koran berbahasa Belanda.

Sang ayah tugasnya berpindah-pindah. Sampai ke Sumsel. Terakhir di Muara Enim. Lalu menyekolahkan Achmad Mochtar ke Jakarta.

Baca Juga:

Lulus setingkat SMA, Achmad Mochtar masuk sekolah kedokteran Belanda di Jakarta: Stovia.

Zaman itu pendidikan dokter harus sembilan tahun. Achmad Mochtar lulus tepat waktu: 1916. Begitu jadi dokter, Achmad Mochtar ditugaskan ke pedalaman Sumatera Utara. Di Panyabungan. Di dekat Padang Sidempuan.

Baca Juga:

Di Panyabungan itulah Achmad Mochtar bertemu peneliti Belanda: W.A.P Schüffner. Si Belanda sedang meneliti penyakit malaria. Ia melihat kemampuan dan kepintaran Achmad Mochtar. Ia pun membuat rekomendasi ke pemerintah Belanda: agar Achmad Mochtar bisa meraih gelar doktor di Belanda. Achmad Mochtar sendiri lantas menganggap W.A.P Schüffner sebagai mentornya.

Di Amsterdam, dr Achmad Mochtar berhasil mencapai gelar doktor. Tahun 1927 --tepat di saat itu di Surabaya lahir Persebaya --Soerabhaiasche Indische Voetbal Bond (SIVB).

Dalam disertasi doktornya, Achmad Mochtar menyangkal menemukan sebelumnya bahwa leptospira sebagai penyebab demam kuning.

Tahun itu juga Achmad Mochtar kembali ke Hindia Belanda dan melanjutkan penelitian tentang leptospirosis. Yakni penyakit menular akibat gigitan nyamuk dan lingkungan yang kotor.

Sayang sekali Achmad Mochtar tewas dipancung Jepang. Seorang ahli sejarah asal Inggris menilai ia layak mendapat hadiah Nobel.

Belakangan, di masa damai, barulah ketahuan: tuduhan Jepang itu salah. Jepang hanya cari kambing hitam. Agar ada yang harus bersalah. Belakangan diketahui bahwa vaksin yang disuntikkan itu telah tercemar. Penyebabnya: kurang hati-hati dalam pengirimannya. Kurang aman.

Yang mengirim vaksin itu tentara Jepang sendiri. Mereka tidak tahu prosedur yang benar bagaimana mengirimkan vaksin.

Ilmuwan yang begitu hebat telah jadi korban kambing hitam. Tragis sekali. Dihukum pancung.

Editor
: Justin Nova
Tags
beritaTerkait
Memerdekakan Diri dari Penjajahan Digital
Gajah Banteng
Ketua TIDAR Batu Bara Sesalkan Oknum yang Mencoreng Nama DPC Gerindra: "Opininya Sesat dan Tendensius!"
Hidup Rukun dalam  Perbedaan:  Keluarga  Beda Agama di Danau Paris  Aceh Singkil
Kajati Sumut: Jaksa Korban Pembacokan Tidak Pernah Menangani Perkara Atas Nama Pelaku, Diduga Ada Motif Lain dalam Kejadian Ini
Pemkab Deli Serdang Raih Opini WTP dari BPK RI Perwakilan Sumut atas LKPD Tahun Anggaran 2024
komentar
beritaTerbaru