YOGYAKARTA – Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyoroti polemik yang melibatkan jemaah Aolia di Gunungkidul. Dalam pernyataannya kepada wartawan di kantor PP Muhammadiyah, Kota Jogja, Haedar Nashir mengimbau masyarakat untuk mengedepankan nilai toleransi dan dialog dalam menanggapi perbedaan yang ada.
“Di Gunungkidul dan di tempat lain juga ada yang berbeda, ya kita toleran saja terhadap perbedaan itu,” ujar Haedar Nashir, menggarisbawahi pentingnya sikap toleransi dalam kehidupan beragama 7 April 2024.
Haedar Nashir juga menekankan pentingnya dialog dalam menyelesaikan perbedaan pendapat atau pandangan yang berpotensi menimbulkan konflik. Jika ada perbedaan yang dianggap terlalu jauh dari dasar ketentuan, maka dialog menjadi solusi yang dianjurkan.
“Dan kalau terlalu jauh dari dasar-dasar ketentuan ya nanti perlu diajak dialog, perlu diajak dialog,” jelasnya, menegaskan pentingnya mengedepankan dialog sebagai jalan untuk memahami dan menyelesaikan perbedaan.
Haedar Nashir juga menyoroti pentingnya dialog dalam konteks masalah keagamaan atau sosial. Dalam situasi yang memicu perdebatan atau kebingungan, Haedar Nashir mendorong masyarakat untuk mencari jalan tengah melalui dialog yang konstruktif.
Dalam konteks jemaah Aolia di Gunungkidul, yang sebelumnya telah melaksanakan Salat Idul Fitri 2024, Haedar Nashir menekankan bahwa setiap perbedaan pandangan atau tindakan yang dianggap sensitif perlu diselesaikan dengan dialog yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan sosial.
Sebelumnya, polemik terkait jemaah Aolia mencuat setelah imam mereka, KH Ibnu Hajar Pranolo atau Mbah Benu, mengeluarkan pernyataan yang menjadi viral terkait pelaksanaan Salat Idul Fitri. Haedar Nashir sendiri mengingatkan agar situasi seperti ini diselesaikan dengan bijaksana melalui dialog.
(k/09)
Heboh Jemaah Aolia Gunungkidul Sudah Lebaran, Ini Kata Ketum Muhammadiyah