Artinya, jumlah utang Sritex jauh melebihi aset yang dimilikinya, memperburuk kondisi keuangan perusahaan yang telah merosot tajam dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut laporan keuangan yang dirilis pada Juni 2024, Sritex mengalami penurunan penjualan yang signifikan.
Perusahaan hanya mampu mencatatkan penjualan sebesar 131,73 juta dolar AS pada paruh pertama 2024, turun dibandingkan dengan 166,9 juta dolar AS di periode yang sama pada 2023.
Di sisi lain, beban penjualannya mencapai 150,24 juta dolar AS, yang berujung pada kerugian sebesar 25,73 juta dolar AS (setara Rp 402,66 miliar).
Kerugian tersebut tidak hanya terjadi pada tahun 2024. Pada 2023, Sritex menderita kerugian besar hingga 174,84 juta dolar AS (sekitar Rp 2,73 triliun).
Bahkan selama masa pandemi COVID-19, perusahaan ini juga mengalami kerugian yang sangat besar.
Pada tahun 2022, Sritex tercatat rugi hingga 391,56 juta dolar AS (Rp 6,12 triliun), sementara pada 2021 kerugian tercatat 1,06 miliar dolar AS.
Pecahnya PHK Besar-Besaran
Akibat kondisi finansial yang semakin memburuk, Sritex terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10.669 karyawannya.
Hal ini menjadi pukulan berat bagi ribuan pekerja yang kehilangan mata pencaharian akibat penurunan kinerja perusahaan yang drastis.