KUANSING – Di tengah riuh sorak penonton dan deru kayuhan mendayung di Sungai Batang Kuantan, satu sosok mungil berdiri tegak di ujung perahu jalur.
Ia dikenal sebagai "Togak Luan", seorang anak joki yang menjadi ikon visual dan semangat dalam tradisi Pacu Jalur, lomba perahu tradisional kebanggaan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.
Pacu Jalur bukan sekadar lomba mendayung. Ini adalah warisan budaya yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia, dan rutin digelar setiap bulan Agustus dalam rangka memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
"Togak Luan" secara harfiah berarti berdiri di haluan, dan posisi ini diisi oleh anak-anak berusia antara 8 hingga 15 tahun.
Namun jangan keliru, meski berusia muda, peran mereka bukan sembarangan.
Dengan tubuh kecil yang lincah, para joki ini berdiri di ujung jalur (perahu panjang) sambil melakukan gerakan atraktif, memberi aba-aba, dan menjadi penyeimbang saat perahu melaju kencang di sungai yang arusnya deras.
Mereka juga menjadi penyemangat utama bagi puluhan pendayung di belakang mereka, sekaligus pemeriah visual yang menyedot perhatian ribuan penonton, baik dari lokal maupun mancanegara.