JAKARTA–Ketua Umum Presidium Koalisi Ojol Nasional (KON), Andi Kristiyanto, menegaskan penolakan keras terhadap sikap pemerintah Indonesia yang mendukung penerbitan Konvensi International Labour Organization (ILO) terkait perlindungan pekerja platform digital.
Pernyataan ini disampaikan menyusul pernyataan Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan RI, Indah Anggoro Putri, yang mewakili Menaker Prof. Yassierli dalam forum internasional ILO.
Dalam kesempatan itu, pemerintah Indonesia menyatakan dukungan atas regulasi global yang memberi perlindungan terhadap pekerja platform digital, termasuk ojek online (ojol).
Andi menilai dukungan terhadap konvensi tersebut sebagai bentuk intervensi terhadap kedaulatan negara.
"ILO nggak ada urusannya dengan nasib ojol di Indonesia, karena ojol bukan pekerja, bukan buruh. Kami tolak intervensi ILO terhadap ojol di Indonesia," tegas Andi dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (13/6/2025).
Andi juga menyebut bahwa narasi perjuangan status pekerja untuk ojol hanyalah bentuk politisasi yang ditunggangi kepentingan tertentu.
Ia mendesak pemerintah dan DPR agar tidak mudah terpengaruh oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan komunitas ojol.
"Kami sudah berulang kali menyampaikan bahwa ojol bukan pekerja, bukan buruh, bukan juga pekerja mandiri. Tapi ada yang memaksakan diri sampai mengemis ke ILO. Ini jelas tidak mencerminkan semangat kedaulatan bangsa," ujarnya.
Pernyataan Andi turut didukung oleh anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Gerindra, H. Obon Tabroni.
Ia menyatakan bahwa setelah menyerap masukan dari Koalisi Ojol Nasional, dirinya menyadari bahwa ojol sejatinya adalah mitra, bukan pekerja.
"Tadinya saya bingung, tapi setelah mendapat masukan, saya sadar bahwa ojol memang bukan pekerja. Mereka adalah mitra," kata Obon, yang juga menjadi anggota tim perumus revisi UU Ketenagakerjaan.
Dalam kesempatan yang sama, Koalisi Ojol Nasional membacakan petisi resmi yang menegaskan empat poin tuntutan: