JAKARTA -Sebuah skandal besar telah mengguncang lembaga penegak hukum di Indonesia dengan terungkapnya praktik pungutan liar (pungli) yang terjadi di dalam Rutan KPK sendiri. Kasus ini mengungkapkan kebusukan yang merajalela di balik tembok lembaga yang seharusnya menjadi simbol integritas dan keadilan.
Menurut penjelasan dari Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, kasus pungli ini ternyata memiliki awal mula yang meruncing pada sebuah pertemuan rahasia di salah satu kafe di wilayah Tebet, Jakarta Selatan, sekitar tahun 2019. Pertemuan tersebut melibatkan beberapa tokoh kunci di dalam Rutan KPK, termasuk Plt Kepala Cabang Rutan dan beberapa petugas lainnya. Tujuannya? Menunjuk dan memerintahkan seseorang sebagai ‘lurah’, meskipun struktur ini bukanlah bagian dari hierarki resmi.
Tugas ‘lurah’ tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Asep Guntur, bukanlah hal yang biasa. Mereka bertugas untuk mengumpulkan dan membagikan uang dari para tahanan kepada koordinator tahanan, yang dikenal dengan sebutan ‘korting’. Praktik ini dilakukan melalui pergantian personel lurah, yang terjadi pada tahun 2020, dimana tugas tersebut diemban oleh beberapa individu yang berganti-ganti.
Yang membuat kasus ini semakin rumit adalah adanya modus beragam yang digunakan oleh para pelaku pungli ini. Mulai dari memberikan fasilitas eksklusif seperti percepatan masa isolasi hingga memberikan bocoran informasi mengenai inspeksi mendadak (sidak) kepada para tahanan.
Penunjukan ‘korting’ sendiri, menurut Asep Guntur, merupakan inisiatif dari salah satu tersangka, Hengki, dan dilanjutkan oleh Achmad Fauzi (AF) saat menjabat sebagai Karutan Definitif pada tahun 2022.
Kasus ini telah menyeret 15 tersangka dari para pegawai dan mantan pegawai Rutan KPK, semuanya telah ditahan sebagai langkah awal penegakan hukum. Namun, jauh sebelum penahanan tersebut, telah terjadi proses etik terhadap 93 pegawai yang terlibat, dimana 78 diantaranya diberikan sanksi berat berupa permintaan maaf.
Praktik pungli ini bukan hanya merugikan secara finansial, tetapi juga menggoyahkan fondasi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum. Kasus ini menjadi sebuah cambuk keras bagi sistem hukum Indonesia untuk melakukan reformasi mendalam, tidak hanya dalam penegakan hukum tetapi juga dalam menjaga integritas dan moralitas di dalam institusi-institusi penting negara.
Penegakan hukum yang tegas dan transparan adalah kunci dalam memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi pelindung keadilan dan kebenaran.
(K/09)
Pungli di Rutan KPK, Awal Mula dari Pertemuan Rahasia hingga Penahanan 15 Tersangka