JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan adanya potensi penyalahgunaan layanan dompet digital atau e-wallet dalam aktivitas tindak pidana pencucian uang maupun praktik judi online (judol).
Menyikapi hal tersebut, PPATK tidak menutup kemungkinan akan memberlakukan kebijakan penghentian sementara terhadap transaksi e-wallet, serupa dengan pendekatan pada rekening dormant (tidak aktif).
Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, menyatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mencermati secara saksama berbagai risiko yang ditimbulkan oleh penggunaan e-wallet dalam kejahatan siber, khususnya judi daring.
"Kami sedang mengkaji lebih dalam terkait tingkat risiko pada transaksi e-wallet. Belum ada keputusan final, tapi potensi penyalahgunaan jelas ada," ujar Danang saat ditemui di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Menurut Danang, banyak akun e-wallet yang digunakan untuk transaksi judi online, namun nominal transaksi yang dilakukan relatif kecil, seperti Rp 5.000 hingga Rp 10.000.
Hal ini menyulitkan pelacakan terhadap transaksi besar yang biasanya berasal dari pihak penyelenggara atau bandar.
"Target utama kami adalah menghentikan aliran dana dari bandar, bukan semata-mata dari pemain. Maka yang kami incar adalah deposit dalam jumlah besar," jelasnya.
Senada dengan itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana turut menyoroti makin besarnya risiko e-wallet menjadi sarana praktik ilegal.
Ia menyampaikan bahwa pihaknya telah lama mengamati perkembangan tersebut.
"E-wallet memang makin berisiko sekarang, khususnya untuk transaksi judi online. Kami terus memantau pergerakannya," tutur Ivan.
Ivan juga mengungkapkan fenomena maraknya jual beli rekening bank dan akun e-wallet di media sosial.
Bahkan, menurutnya, banyak masyarakat tidak menyadari bahwa rekening atau akun mereka telah disalahgunakan.