JAKARTA — Wakil Ketua Wantim Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi, menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah yang berencana mencoret penerima bantuan sosial (bansos) yang terindikasi melakukan perjudian, baik secara online maupun konvensional.
Menurut Zainut, perjudian dapat menimbulkan dampak negatif yang serius, termasuk kemalasan, kemiskinan, serta keretakan hubungan dalam rumah tangga dan tatanan sosial.
"Judi dapat membentuk tabiat yang kurang baik, membuat seseorang menjadi pemalas dan mudah marah, sehingga potensi kemiskinan dan kerusakan sosial semakin meningkat," ujar Zainut, Sabtu (12/7/2025).
Zainut menilai keputusan pemerintah tersebut sudah tepat mengingat judi merupakan penyakit masyarakat yang bertentangan dengan norma hukum dan nilai-nilai agama.
Dia juga mengingatkan bahwa sifat adiktif judi berpotensi menyebabkan kecanduan, sehingga pelaku terus-menerus mencari sensasi dari aktivitas tersebut.
Selain mendukung pemutusan bansos bagi penerima yang terbukti bermain judi, MUI juga meminta pemerintah untuk memperkuat upaya pemberantasan praktik perjudian dengan menindak tegas para bandar judi.
Pernyataan senada disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia, Muhaimin Iskandar.
Ia menegaskan bahwa penerima bansos yang menggunakan dana tersebut untuk berjudi tidak akan lagi mendapatkan bantuan dari pemerintah.
"Sanksinya bisa berupa pengurangan atau bahkan penghapusan bantuan," kata Muhaimin di Jakarta Selatan, Sabtu (12/7/2025).
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada tahun 2024 menunjukkan ada sebanyak 571.410 penerima bansos yang juga terindikasi sebagai pemain judi online.
Dari total 28,4 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang menerima bantuan sosial, sekitar 9,7 juta NIK diduga terlibat dalam perjudian online.
Ketua Tim Humas PPATK, M. Natsir, menyampaikan, "Data kami menunjukkan dari 9,7 juta NIK pemain judi online, terdapat 571.410 NIK yang juga menerima bansos."