BREAKING NEWS
Senin, 21 Juli 2025

Menteri ATR/BPN: Tanah Hak Milik Bisa Diambil Negara Jika Dibiarkan Terlantar

Abyadi Siregar - Senin, 14 Juli 2025 14:09 WIB
264 view
Menteri ATR/BPN: Tanah Hak Milik Bisa Diambil Negara Jika Dibiarkan Terlantar
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid saat menghadiri Rakernas PBIKA-PMII di Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025). (foto: tangkapan layar ig nusronwahid)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan bahwa negara berwenang mengambil alih tanah, termasuk tanah berstatus hak milik, jika terbukti ditelantarkan dalam kurun waktu tertentu.

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.

Pengambilalihan tidak terbatas pada tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB) saja, tetapi juga meliputi tanah hak milik, hak pakai, hak pengelolaan, serta tanah atas dasar penguasaan yang disengaja tidak dimanfaatkan.

"Tanah hak milik bisa jadi objek penertiban tanah telantar jika dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara," ujar Nusron saat menghadiri Rakernas PBIKA-PMII di Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025).

Kriteria Tanah yang Diambil Negara

Berdasarkan Pasal 7 Ayat 2 PP 20/2021, tanah hak milik dapat diambil alih negara jika memenuhi salah satu dari tiga kondisi berikut:

- Dikuasai masyarakat dan berubah menjadi wilayah perkampungan;

- Dikuasai pihak lain secara terus-menerus selama 20 tahun tanpa hubungan hukum dengan pemegang hak;

- Fungsi sosial tanah tidak terpenuhi, baik pemegang hak masih hidup maupun telah meninggal dunia.

Sementara itu, tanah berstatus HGU, HGB, hak pakai, dan hak pengelolaan dapat ditetapkan sebagai tanah telantar apabila dibiarkan tidak dimanfaatkan selama dua tahun sejak hak diterbitkan.

Proses Penetapan Tanah Telantar

Nusron menjelaskan proses pengambilalihan berlangsung dalam beberapa tahap dan membutuhkan waktu sekitar 587 hari (hampir dua tahun).

Berikut alur prosesnya:

1. Surat pemberitahuan pertama dari BPN — diberikan waktu 3 bulan.

2. Jika tidak ada aktivitas, dilanjutkan dengan peringatan pertama — diberi 3 bulan lagi.

3. Masih tidak dimanfaatkan, BPN mengirim peringatan kedua — tambahan 3 bulan.

4. Tetap tidak dimanfaatkan, diberikan waktu enam bulan untuk melakukan perundingan.

5. Jika tetap tidak ada aktivitas, tanah ditetapkan sebagai tanah telantar dan menjadi objek pengambilalihan negara.

Klarifikasi soal Status Tanah Girik

Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa tanah dengan status girik atau belum bersertifikat bisa dirampas negara pada 2026.

Namun, hal ini dibantah langsung oleh Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN, Asnaedi.

"Kalau giriknya ada, tanahnya masih dikuasai, maka tidak serta-merta diambil negara. Girik bukan bukti hak, tapi petunjuk penguasaan," jelasnya dalam keterangan tertulis.

Ia menegaskan, masyarakat yang menguasai dan memanfaatkan tanahnya secara aktif tetap diakui haknya, meski belum bersertifikat.

Kebijakan ini merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk menertibkan lahan-lahan yang tidak produktif dan mendorong pemanfaatan tanah sesuai dengan fungsi sosialnya.

Pemerintah juga menekankan bahwa proses dilakukan secara bertahap, legal, dan memberikan waktu yang cukup bagi pemilik hak untuk memperbaiki pemanfaatan lahannya.*

(cn/a008)

Editor
: Paul Antonio Hutapea
Tags
komentar
beritaTerbaru