Dandim 1617/Jembrana Hadiri Rapat Kesiapsiagaan: Sinergi Hadapi Ancaman Bencana Iklim Pesisir Diperkuat

JEMBRANA — Dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi bencana pesisir yang dipicu oleh perubahan iklim, Komandan Kodim 1617/Jembrana, Letkol Inf. M. Adriansyah, S.I.P., M.I.P., menghadiri rapat koordinasi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang berlangsung pada Kamis (30/7) di Jembrana, Bali.

Rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jembrana, Drs. I Made Budiasa, M.Si., tersebut dihadiri berbagai elemen strategis, mulai dari unsur TNI-Polri, BPBD, BMKG, Dinas Kesehatan, SAR, hingga perwakilan organisasi kemasyarakatan serta komunitas nelayan.

Dalam sambutannya, Sekda I Made Budiasa menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi berbagai potensi bencana pesisir seperti tsunami, erosi pantai, dan banjir rob yang kini semakin nyata akibat perubahan iklim global.

Baca Juga:

• Siswa Diklapaif Gelar Bakti Sosial di Yayasan Anak Yatim Mizan Jakarta Timur
• Danrem 163/Wira Satya Hadiri Pembukaan TMMD ke-125 di Gianyar: Sinergi TNI dan Rakyat Ditegaskan

"Kesiapsiagaan harus menjadi budaya. Pemetaan, mitigasi, hingga simulasi bencana perlu dilakukan secara berkala agar kita tidak gagap saat situasi darurat datang," ujarnya.

Kepala Pelaksana BPBD Jembrana, I Putu Agus Artana Putra, menyampaikan data kondisi terkini garis pantai Jembrana yang menunjukkan tren erosi cukup serius.

Baca Juga:

• Prabowo Pimpin Pelantikan Perwira TNI-Polri 2025: Siap Mati Demi Bangsa
• Wujud Nyata Peduli Lingkungan, TNI AU Wilayah Medan Gelar Karya Bakti Peringati Hari Bakti ke-78

Dari 87,173 km panjang pantai, sekitar 21,86 km telah mengalami abrasi dengan laju pengikisan hingga 1,67 meter per tahun.

Faktor penyebab antara lain adalah gelombang tinggi, naiknya permukaan air laut, serta pembangunan pelabuhan yang mengganggu aliran alami sedimen.

Dampak lainnya juga dirasakan oleh masyarakat pesisir, mulai dari rusaknya ekosistem mangrove dan tambak, hingga turunnya hasil tangkapan nelayan akibat pemutihan karang dan degradasi lingkungan laut.

Sebagai bentuk respons, Pemkab Jembrana telah menerbitkan Perda No. 1 Tahun 2025 tentang Penanggulangan Bencana.

Selain itu, pemasangan Early Warning System (EWS) dijadwalkan dilakukan di 13 desa pada Oktober 2025, serta penguatan Desa Tangguh Bencana (Destana) di delapan desa pesisir yang dinilai rawan.

Dalam pernyataannya, Letkol Inf M. Adriansyah menegaskan bahwa TNI siap mendukung upaya mitigasi dan tanggap darurat bencana melalui pembentukan Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRCPB).

"TNI siap turun langsung, tidak hanya saat bencana terjadi, tapi sejak proses mitigasi hingga tahap rehabilitasi. Namun, untuk efektivitas, perlu dilaksanakan latihan gabungan lintas instansi secara rutin," tegasnya.

Sementara itu, Kapolres Jembrana, AKBP Kadek Citra Dewi Suparwati, turut menyoroti dampak lanjutan dari bencana iklim terhadap keamanan dan sosial masyarakat.

Ia mengingatkan bahwa kehilangan mata pencaharian nelayan bisa meningkatkan potensi kriminalitas, sehingga perlu pendekatan yang komprehensif dan terstruktur dalam penanganannya.

Polres Jembrana sendiri telah menyiapkan Rencana Kontinjensi dan SOP sebagai bagian dari kesiapan institusi dalam merespons situasi darurat secara cepat dan terukur.

Rapat koordinasi ini juga melibatkan berbagai stakeholder seperti PMI, ORARI, RAPI, Camat, serta perwakilan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, yang menunjukkan semangat kebersamaan dalam membangun ketangguhan daerah menghadapi tantangan iklim.

Langkah-langkah yang disusun dalam rapat ini diharapkan dapat menjadi fondasi kuat untuk menjadikan Kabupaten Jembrana lebih siap menghadapi dinamika iklim dan potensi bencana pesisir.

Sinergi antar-lembaga, kolaborasi dengan masyarakat, serta pemanfaatan teknologi seperti sistem peringatan dini, menjadi bagian penting dari strategi adaptasi iklim yang berkelanjutan.*