JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan temuan penting usai melakukan pemantauan terhadap eskalasi aksi unjuk rasa yang terjadi di berbagai titik di Jakarta sejak 25 Agustus 2025.
Dalam keterangannya pada Minggu (31/8/2025), Komnas HAM menyebut adanya penggunaan kekuatan berlebihan, termasuk penggunaan gas air mata yang berdampak pada warga sipil yang tidak terlibat aksi.
"Komnas HAM menemukan adanya penggunaan kekuatan berlebihan, antara lain penggunaan gas air mata secara berlebihan yang menimbulkan risiko bagi masyarakat yang tidak terlibat dalam aksi unjuk rasa," ujar Saurlin P. Siagian, Komisioner Pemantauan Komnas HAM.
Dalam pemantauan di sejumlah titik zona merah seperti gedung DPR, Mako Brimob Kwitang, dan beberapa rumah sakit, Komnas HAM juga mencatat 17 orang luka-luka, serta keterlibatan mereka dalam investigasi kematian Affan Kurniawan, seorang ojek online (ojol) yang tewas setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob.
Merespons temuan tersebut, Komnas HAM mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
Memeriksa kendaraan taktis yang digunakan dalam insiden kematian Affan Kurniawan.
Meminta keterangan dari personel Brimob yang terlibat.
Melakukan peninjauan langsung ke lokasi kejadian.
Mengumpulkan informasi dari RS Cipto Mangunkusumo dan RS Pelni.
Melanjutkan pemantauan terhadap dinamika unjuk rasa di Jakarta dan daerah lainnya, baik secara langsung maupun melalui media.
"Komnas HAM menyampaikan duka cita atas meninggalnya Alm. Affan Kurniawan dan korban luka lainnya. Kami mengecam tindakan brutal yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan menegaskan perhatian serius terhadap rangkaian aksi yang terjadi," tegas Saurlin.
Seruan kepada Aparat, Pemerintah, dan Masyarakat
Komnas HAM juga menyampaikan imbauan kepada seluruh pihak:
Kepolisian diminta untuk mengusut tuntas kasus ini secara adil dan akuntabel, serta memulihkan hak-hak korban agar tidak terjadi impunitas.
Aparat negara diminta menjunjung tinggi prinsip HAM, tidak represif, dan menghindari penggunaan kekuatan berlebih.
Pemerintah dan DPR diminta membuka ruang dialog, partisipasi, dan tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat memperkeruh suasana.
Masyarakat diimbau menyampaikan aspirasi secara damai dan menghindari tindakan anarkis.
"Semua langkah ini dilakukan agar penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia tetap menjadi acuan utama dalam penanganan aksi unjuk rasa," tutup Saurlin.*