BREAKING NEWS
Senin, 23 Juni 2025

Pengaruh Harga Minyak Akibat Perang Iran–Israel

T.Jamaluddin - Senin, 23 Juni 2025 09:57 WIB
144 view
Pengaruh Harga Minyak Akibat Perang Iran–Israel
M. Yamin, SE, M. Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Penulis : M. Yamin, SE, M. Si

Konflik terbuka antara Iran dan Israel yang meletus dalam beberapa pekan terakhir bukan hanya mengguncang kawasan Timur Tengah, tetapi juga menyeret dunia ke dalam pusaran ketidakpastian ekonomi global. Salah satu sektor yang paling cepat merespons adalah pasar energi, dengan lonjakan harga minyak mentah sebagai indikator utama.

Ketika roket dan drone beterbangan di langit Teluk Persia, pasar langsung bereaksi. Harga minyak mentah Brent menembus angka USD 100 per barel—angka yang terakhir terlihat selama gejolak geopolitik besar, seperti invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Kenaikan harga ini bukan semata respons emosional, tetapi sinyal konkret dari kekhawatiran terganggunya pasokan minyak dunia.

Jalur Minyak Dunia dalam Bahaya

Iran adalah salah satu produsen utama minyak global, dengan cadangan terbesar keempat di dunia dan produksi lebih dari 3 juta barel per hari. Namun yang lebih krusial, hampir seperlima dari pasokan minyak global melewati Selat Hormuz—selat sempit yang berada di bawah pengaruh langsung Iran. Setiap ketegangan militer di kawasan ini berpotensi menutup jalur tersebut, atau setidaknya menghambat lalu lintas kapal tanker, yang berdampak langsung pada pasokan global.

Ketakutan pasar bukan hanya soal penurunan pasokan, tetapi juga meningkatnya risiko asuransi, biaya logistik, dan potensi sabotase yang memperparah volatilitas harga. Semua itu menciptakan efek domino ke seluruh dunia.

Tekanan Global dan Indonesia

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan anggota Uni Eropa kini menghadapi tekanan inflasi baru akibat lonjakan harga energi. Upaya pemulihan ekonomi pascapandemi dan normalisasi suku bunga kembali diuji oleh ketegangan geopolitik.

Indonesia, sebagai negara net importir minyak, berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Kenaikan harga minyak akan menekan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), memaksa pemerintah menambah alokasi subsidi energi atau, dalam skenario ekstrem, menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Pilihan ini tentu memiliki dampak politik dan sosial yang signifikan.

Di sisi lain, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi risiko tambahan. Kebutuhan impor BBM dalam mata uang asing menyebabkan tekanan ganda terhadap defisit transaksi berjalan. Efeknya bisa menjalar ke kenaikan harga barang konsumsi, biaya transportasi, hingga pengendalian inflasi nasional.

Butuh Respons Strategis

Editor
: Justin Nova
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru