BREAKING NEWS
Senin, 08 September 2025

Menggugat Partai Politik

Redaksi - Minggu, 07 September 2025 07:30 WIB
Menggugat Partai Politik
Suasana Rapat Sidang Paripurna DPR RI, di Jakarta, Selasa (26/8/2025). (foto: Dok. Menpan)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Melalui kader-kadernya di DPR dan pemerintah, partai politik memiliki peran vital dalam memastikan kebijakan negara tidak tercerabut dari akar rakyat.

Namun realitas menunjukkan sebaliknya. Berbagai kasus korupsi yang menjerat para elite partai politik memperlihatkan seolah-olah partai politik lebih sibuk menyalurkan rente kekuasaan daripada memperjuangkan nasib rakyat.

Baca Juga:

Situasi itu didukung oleh fakta 61% anggota DPR periode 2024-2029 berasal dari kalangan politisi-pebisnis. Sehingga tidak mengherankan jika legitimasi hukum runtuh karena patut diduga hukum di DPR lahir bukan dari perspektif aspirasi rakyat, melainkan dari perspektif pengusaha, yaitu kalkulasi untung-rugi semata.

Amukan rakyat hari ini bukan sekadar kerusuhan. Ia adalah ekspresi krisis legitimasi. Ia adalah suara lantang yang menunjukan gagalnya partai politik menjalankan fungsi penyaluran aspirasi. Demokrasi Indonesia tidak akan bertahan jika partai politik terus menutup telinga.

Baca Juga:

Demokrasi tidak bisa bertahan dengan hukum yang cuma sah di atas kertas demi melayani kelas atas. Demokrasi hanya bisa bertahan dengan legitimasi rakyat atau dengan hukum yang hidup dalam kesadaran kolektif masyarakat.

Oleh karena itu, saatnya menggugat kembali fungsi partai politik. Partai tidak boleh hanya menjadi mesin elektoral lima tahunan. Partai harus kembali pada khittahnya sebagai institusi pendidikan politik sekaligus penyambung lidah rakyat. Hanya dengan itu jaminan hadirnya keadilan substantif dapat diberikan.

Jalan Panjang Demokrasi

Menggugat partai politik bukan berarti menolak demokrasi. Justru sebaliknya, ia adalah ikhtiar untuk menyelamatkan demokrasi dari kehancuran. Protes rakyat adalah alarm moral bagi demokrasi sedang sakit.

Rakyat tidak lagi percaya pada data, pada hukum, bahkan pada partai. Mereka hanya percaya pada suara perut mereka sendiri, pada pengalaman keseharian yang pahit.

Andai partai politik kembali pada peran sejatinya, maka hukum akan kembali bernafas dalam legitimasi rakyat. Jika tidak, maka amukan rakyat hanya akan menjadi babak awal dari sebuah krisis panjang yang akan menggerogoti pilar demokrasi Indonesia.

Harus diingat bahwa demokrasi bukan sekadar prosedur. Ia adalah kepercayaan. Dan kepercayaan itu kini harus dibangun kembali ditengah-tengah puing reruntuhannya.* (news.detik.com)

*) Penulis adalah Dosen tetap di Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Salah satu pendiri Center of Economic and Law Studies (Celios).

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Pimpin Apel Gabungan, Bupati Batu Bara Tekankan Pentingnya Akuntabilitas dan Transparansi
Dua Nagori di Simalungun Kompak Gelar Maulid Nabi 1447 H, Bupati Ajak Tanamkan Akhlak Nabi pada Anak Sejak Dini
Tiga Aksi Unjuk Rasa Digelar di Jakarta Hari Ini, Polisi Siapkan Pengamanan Ketat
Sengkarut Praperadilan dalam RUU KUHAP
Tradisi Banyupinaruh di Denpasar Selatan Berjalan Aman dan Tertib, Sinergi Polri-Pecalang Dapat Apresiasi
Program Minggu Kasih Polda Bali: Perkuat Pesan Kamtibmas dan Edukasi Bijak Bermedia Sosial
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru