BREAKING NEWS
Jumat, 19 Desember 2025

Godaan di Ujung Kekuasaan

BITV Admin - Selasa, 16 Desember 2025 21:32 WIB
Godaan di Ujung Kekuasaan
ilustrasi (Foto: ist/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh: Yakub F. Ismail

Perkara kekuasaan memang selalu menjadi fokus utama masyarakat. Ini dikarenakan kekuasaan selalu hadir dalam kehidupan sosial.
Masih tentang kekuasaan, ia kerap hadir dengan dua wajahnya.

Di satu sisi, ia adalah sarana untuk melayani kepentingan masyarakat.
Namun, di sisi lain, kekuasaan juga bisa menjadi instrumen yang menyimpan godaan laten yang tak jarang menjerumuskan penggenggamnya kala mulai lengah.

Baca Juga:

Sejarah manusia dari masa kerajaan kuno hingga negara modern, selalu menyuguhkan pelajaran berulang yang tidak dapat dihindari.
Dari banyak kasus, muncul peristiwa di mana para penguasa jatuh bukan karena kekurangan kecakapan, melainkan karena gagal mengendalikan diri saat berada di puncak.

Tahta, wanita, dan harta adalah tiga hal yang kerap menjadi godaan klasik yang terus mengintai di ujung kekuasaan.
Ketiganya bekerja secara halus namun mematikan, merusak karir, mengubur nalar, dan mengaburkan etika.
Pada akhirnya, sang pemilik kuasa ikut terkubur oleh kekuasaan yang digenggamnya tanpa sadar.

Dalam konteks politik kontemporer, godaan ini tidak hanya meruntuhkan individu yang hebat, tetapi juga mengguncang kepercayaan publik dan stabilitas negara.
Ulasan ini berupaya mengajak pembaca menelusuri bagaimana ketiga faktor yang telah disinggung di atas menjadi ujian berat bagi para penguasa, sekaligus mengingatkan pentingnya menjaga amanah sebagai fondasi utama kepemimpinan yang bermartabat.

Ujian di Puncak Kekuasaan

Tahta, wanita, dan harta adalah tiga faktor klasik yang kerap menjadi batu sandungan bagi kehancuran karier politik seorang penguasa.
Pertama, tahta atau kedudukan.

Kekuasaan identik dengan hasrat untuk terus memerintah atau mendominasi sesuatu.
Kekuasaan yang terlalu lama digenggam sering melahirkan ilusi keabadian dan rasa tak tersentuh hukum.
Barangkali atas alasan inilah seorang ahli sejarah, Lord Acton membuat pernyataannya yang hampir dijadikan kutipan wajib para kritikus politik.

Lord Acton, singkatnya memandang kekuasaan cenderung korup, karena itu kekuasaan yang absolut pasti (berujung) korupsi secara absolut (power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely).
Tentang kecenderungan kekuasaan ini, ada fenomena menarik ini pada saat kejatuhan Raja Louis XVI di Prancis.
Ia diduga gagal membaca gelombang ketidakpuasan rakyat, atau juga kasus kejatuhan Muammar Gaddafi di Libya yang terlampau mengonsolidasikan kekuasaan secara absolut hingga berakhir tragis.

Di Indonesia, ada terlalu banyak kasus kecenderungan berkuasa yang membuat si penggembang enggan menyudahi hasratnya.
Ambisi mempertahankan tahta juga menjadi pelajaran pahit pada setiap rezim politik akhir yang tidak jarang berakhir dengan krisis legitimasi.
Kedua, wanita atau hasrat seksual. Faktor kedua ini sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Skandal moral kerap menjadi pintu masuk kejatuhan politik.

Kasus Presiden Bill Clinton dengan skandal Monica Lewinsky menunjukkan bagaimana perkara personal dapat mengguncang institusi negara dan menggerus kewibawaan pemimpin dunia yang disegani sekalipun.
Dalam konteks Indonesia, sejumlah pemimpin hingga pejabat publik kerap tersandung skandal asusila yang berujung pada kehancuran reputasi politik.
Hasrat yang tak terkendali bukan hanya soal moral pribadi, tetapi juga soal kepercayaan publik yang tercabik.

Editor
: Administrator
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Dasamukanomics
Mau Masuk Pasar? Jangan Lupa Baca Doa Ini!
NasDem: Kekuasaan Adalah Amanah Tuhan, Harus Digunakan untuk Menolong Masyarakat
Ustadz Dr. Badrul Munir Bahas Pelajaran Penting di Balik Keruntuhan Kekuasaan dalam Sejarah
PDIP Tegaskan Tak Jadi Oposisi atau Koalisi, Megawati: Kami Penyeimbang Kekuasaan
Kenang Kwik Kian Gie, Ahok Soroti Pejabat yang Ingin Kaya Lewat Kekuasaan
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru