PARIS –Keberhasilan Gregoria Mariska Tunjung meraih medali perunggu di Olimpiade Paris 2024 menjadi salah satu capaian penting bagi bulu tangkis Indonesia. Namun, pencapaian ini juga menyisakan tantangan besar bagi Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dalam upaya meningkatkan kualitas dan regenerasi atlet tunggal putri.
Legenda bulu tangkis Indonesia, Susy Susanti, menilai bahwa PBSI harus mengambil langkah strategis untuk memperkuat program pembinaan tunggal putri. Menurut Susy, jarak pencapaian antara Gregoria dan Maria Kristin Yulianti yang meraih perunggu di Olimpiade Beijing 2008 sangat signifikan. Bahkan, jarak pencapaian antara dirinya yang meraih emas di Barcelona 1992 dengan Maria Kristin juga cukup jauh.
“Harus punya program pembinaan yang berkesinambungan, jangka panjang, pendek, menengah, itu harus mutlak. Dari zaman saya pun sama. Semakin banyak atlet yang disiapkan maka akan semakin baik karena persaingan lebih terselektif dan penyaringan itu bisa bikin atlet lebih waspada, enggak merasa aman bahwa sudah pasti terpilih,” ujar Susy dalam sebuah acara di Kudus, Jawa Tengah.
Susy menggarisbawahi pentingnya memiliki program pembinaan yang tidak hanya fokus pada hasil jangka pendek, tetapi juga memperhatikan aspek pengembangan jangka panjang. Menurutnya, PBSI harus memperkuat struktur pelatihan dengan mengintegrasikan berbagai tahapan pembinaan—baik jangka pendek, menengah, maupun panjang. Ini penting untuk mempersiapkan atlet menghadapi kompetisi global dan memaksimalkan potensi mereka.
“PBSI harusnya sudah tahu bagaimana mempersiapkannya. Tapi bagaimana pelaksanaannya, bagaimana pemilihannya, dan bagaimana program yang harus diterapkan, kerja tim harus bagus, masukan-masukan, bisa belajar dari sebuah kesuksesan dan kegagalan, itu yang harus dilakukan PBSI untuk Olimpiade 2028,” tambah Susy.
Susy, yang saat ini aktif sebagai bagian dari tim pencari bakat dalam Audisi Umum PB Djarum 2024, juga menyoroti pentingnya daya juang dan motivasi dari dalam diri atlet. Ia berpendapat bahwa aspek teknik dan kemampuan di lapangan sangat penting, namun sikap dan cita-cita tinggi juga memainkan peranan krusial dalam pencapaian atlet.
“Kita harus lihat dari background anak itu, cita-citanya apa. Kalau jadi juara Indonesia saja berarti anak ini hanya setengah, kita harus bercita-cita yang tinggi, jadi nomor satu, jangan jadi nomor dua atau tiga. Kita bisa tahu juga dari keseharian, disiplin, juara itu memang dilahirkan tapi juga ada bakat bawaan,” tuturnya.
Susy menekankan pentingnya pendekatan bertahap dalam pembinaan atlet muda. Proses pembinaan tidak bisa dilakukan secara instan; melainkan harus dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan perkembangan atlet dari waktu ke waktu. Pelatih diharapkan untuk memiliki pengalaman yang cukup dalam mengelola dan memanage perkembangan anak-anak dalam program pelatihan.
“Kita harus lihat di situ dari dia bagaimana mengatasi masalah, bagaimana dia belajar, itu banyak sekali, harus step by step. Kita di sini lihat basic dulu, nanti pelatih akan berkala melihat apa yang harus ditingkatkan, ada program-program bertahap, tidak bisa anak kecil dikasih semua, itu juga merusak. Pengalaman dari pelatih itu juga yang bisa diterapkan untuk me-manage anak,” lanjutnya.
Dengan pandangan ini, Susy Susanti berharap PBSI dapat meningkatkan fokus dan kualitas pembinaan tunggal putri agar bisa meraih kesuksesan lebih besar di masa depan, termasuk pada Olimpiade Paris 2028 mendatang. Keberhasilan Gregoria Mariska menjadi salah satu motivasi untuk mendorong perubahan positif dalam pembinaan atlet bulu tangkis Indonesia.
(N/014)
Susy Susanti Dorong PBSI Tingkatkan Pembinaan Tunggal Putri Setelah Perunggu Gregoria Mariska di Olimpiade Paris 2024