JAKARTA -Indonesia semakin memperkuat posisinya sebagai salah satu pemain kunci dalam industri baterai kendaraan listrik (EV), berkat cadangan nikel yang melimpah dan potensi bahan baku lain yang mendukung pembuatan baterai. Hal ini disampaikan oleh Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC), Toto Nugroho, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI pada Senin (17/2).
Toto menjelaskan bahwa Indonesia tidak hanya memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, namun juga menguasai beberapa bahan baku penting lainnya untuk pembuatan baterai berbasis Nickel-Mangan-Cobalt (NMC), seperti tembaga, kobalt, mangan, dan aluminium.
"Kita bukan saja ada nickel, tapi kita juga ada tembaga, dan juga kobalt dan mangan, dan satu lagi dari segi aluminium. Jadi kita sangat memiliki potensi untuk salah satu pemain terkuat, bahkan di dunia," ujar Toto.
Tantangan dalam Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik
Meski memiliki sumber daya alam yang melimpah, Toto menekankan bahwa Indonesia tidak bisa berdiri sendiri dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai. Menurutnya, Indonesia membutuhkan kolaborasi dengan mitra global, mengingat investasi, teknologi, dan pasar EV yang diperlukan sangat besar.
"Kenapa kita perlu kolaborasi? Karena tadi kami sampaikan investasi yang dibutuhkan sangat besar, teknologi juga diperlukan dan pasar," tambahnya.
Regulasi dan Prioritas Baterai Berbasis Nikel
Selain itu, Toto juga mengungkapkan pentingnya regulasi yang dapat mendukung penggunaan baterai berbasis NMC di Indonesia, karena mayoritas kendaraan listrik yang terjual di tanah air pada tahun 2024 masih menggunakan baterai berbasis Lithium Ferro Phosphate (LFP).
"Hampir 40 ribu terjual di tahun 2024, namun memang hampir 90 persennya yang berbasis LFP, jadi yang belum berbasis nickel. Nah ini suatu hal yang kelak kita mungkin harus minta dukungan juga bagaimana secara regulasi kita bisa memberikan prioritas untuk baterai-baterai yang sifatnya dari nikel yang di Indonesia memiliki resourcenya langsung," jelas Toto.