JAKARTA –Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk menunda rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada menjadi undang-undang akibat ketidakcukupan jumlah anggota (kuorum). Namun, penundaan ini tidak serta-merta meredakan ketegangan. Para aktivis dan tokoh masyarakat mengimbau agar publik tetap waspada, karena ada kekhawatiran bahwa DPR mungkin akan mengesahkan RUU tersebut pada saat masyarakat lengah.
Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia dan salah satu eksponen 98, yang turut ambil bagian dalam demonstrasi hari ini, memperingatkan bahwa pengalaman masa lalu menunjukkan adanya kecenderungan untuk melakukan manipulasi dalam proses pengesahan undang-undang. “Saya kira belajar dari pengalaman masa lalu, Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang KPK, Undang-Undang Hukum Pidana, ada kesan bahwa cara-cara manipulasi proses pengesahan perundang-undangan itu dengan cara-cara yang tidak etis. Digelar di malam hari, digelar di luar gedung DPR, digelar di hari-hari libur, misalnya gitu,” ujar Hamid saat berorasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat.
Menurut Hamid, meskipun DPR telah menunda rapat paripurna, masyarakat jangan mudah terkecoh. “Jadi meskipun ada kabar bahwa DPR menunda (rapat paripurna pengesahan), ya kita jangan langsung terkecoh dengan keputusan itu,” tegas Hamid. Dia mengingatkan bahwa cara-cara tidak etis dalam pengesahan undang-undang bisa saja terulang kembali, dengan kemungkinan proses dilakukan di tengah malam atau pada akhir pekan saat masyarakat kurang awas.
Hamid juga menekankan pentingnya hak masyarakat untuk menyampaikan protes, yang dijamin oleh konstitusi dan hukum internasional, termasuk hak asasi manusia. “Masyarakat punya hak untuk menyampaikan protes karena protes itu dijamin oleh konstitusi dan hukum internasional serta hak asasi manusia,” katanya.
Pendaftaran pilkada dijadwalkan akan dibuka pada 27-29 Agustus 2024, yang semakin menambah urgensi bagi para demonstran dan aktivis untuk memastikan integritas proses pemilihan umum. Hamid menyatakan bahwa mereka turun ke jalan bukan karena kepentingan pilkada semata, tetapi untuk menjaga integritas pemilu secara keseluruhan. “Kita sebenarnya tidak membawa kepentingan pilkada sama sekali, tapi integritas pemilu, baik itu di tingkat nasional, baik itu di daerah. Itu sangat penting sebagai jaminan berjalannya fungsi demokrasi di Indonesia,” ujar Hamid.
Sementara itu, aksi di depan Gedung MK hari ini melibatkan sejumlah pengunjuk rasa yang membentangkan poster-poster protes terhadap RUU Pilkada. Aksi ini merupakan bagian dari serangkaian demonstrasi yang menunjukkan ketidakpuasan publik terhadap proses legislasi dan pengesahan undang-undang yang dinilai tidak transparan.
Situasi di Gedung DPR RI dan Gedung MK mencerminkan ketegangan yang tinggi di kalangan masyarakat terkait isu-isu penting yang sedang dibahas. Para aktivis dan tokoh masyarakat terus mengingatkan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam proses legislasi, serta pentingnya menjaga integritas demokrasi di Indonesia.
(N/014)
Harus Diwaspadai DPR Sahkan RUU Pilkada Saat Masyarakat Lengah