LEBAK -Sejumlah orang tua murid di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, mengeluhkan proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di SMA Negeri 1 Rangkasbitung yang dinilai tidak transparan dan menimbulkan kecurigaan. Dugaan kecurangan mencuat setelah ditemukan kejanggalan dalam sistem seleksi dan penentuan kelulusan.
Salah satu hal yang disorot adalah adanya calon siswa dengan nilai rapor rata-rata 83-84 yang tereliminasi dari daftar, sementara siswa lain dengan nilai 79 justru dinyatakan lulus. Tak hanya itu, jumlah kuota penerimaan juga menjadi sorotan karena berubah secara tiba-tiba dari 64 orang menjadi 79 orang tanpa penjelasan resmi kepada publik.
Menanggapi hal tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten memberi beberapa catatan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Banten terkait polemik SPMB 2025.
"Kita sudah kasih masukan agar Dindik membuat pengaduan yang mudah dijangkau. Jangan cuma web chat. Tidak mungkin orang tua dari Rangkasbitung harus ke Serang hanya untuk melapor," ujar Fadli Afriadi, Kepala Perwakilan Ombudsman Banten, Sabtu (5/7/2025).
Menurutnya, kurangnya sosialisasi dan minimnya transparansi dalam pelaksanaan SPMB menjadi sumber utama kericuhan.
Fadli juga menduga bahwa penambahan kuota secara mendadak di jalur domisili adalah dampak dari kuota Afirmasi yang tidak terisi maksimal dan kemudian dialihkan tanpa pemberitahuan terbuka.
"Mungkin itu limpahan dari jalur Afirmasi. Tapi karena prosesnya tertutup, orang tua murid jadi bertanya-tanya. Kalau transparan, semua bisa mengerti dan berhitung," tambah Fadli.
Ia menekankan pentingnya akuntabilitas dan keterbukaan informasi agar publik bisa mengawasi dan memahami proses seleksi dengan jelas.
Ombudsman Banten meminta Dinas Pendidikan Banten segera memberikan penjelasan resmi mengenai perubahan kuota dan hasil seleksi di SMAN 1 Rangkasbitung. Proses SPMB harus dijamin bebas dari segala bentuk kecurangan.
"Ini harus dijelaskan oleh pemerintah dan dipastikan tidak ada kecurangan," tegas Fadli.*