"Harus dapat persetujuan berbagai fraksi di DPR RI. Bila melalui inisiatif rakyat, juga dibutuhkan sebuah kajian dalam seminar maupun kajian akademik. Karena itu, saat ini kita berharap inisiatif pemerintah atau DPR," jelas Efendy Naibaho.
Efendy Naibaho sangat optimis, bila landasan pengelolaan badan atau lembaga pengelola Kaldera Toba, baik itu Danau Toba maupun Pusuk Buhit sudah undang-undang, maka pengembangan Toba Kaldera akan sangat luar biasa. "Kalau sudah dilandasi UU, berarti anggaran pengelolaannya sudah ditampung melalui APBN," tegasnya.
Efendy Naibaho mengaku berterus terang, dengan dua badan yang ada sekarang yakni BP TCUGGp Sumut dan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, sangat sulit diharapkan. "Maka saya nggak pernah tertarik soal badan pengelola kaldera ini, juga badan otorita Danau Toba," jelasnya.
Apalagi, selama ini, badan-badan ini tidak pernah melibatkan masyarakat dalam pengembangan Toba Kaldera seperti Danau Toba sendiri maupun Pusuk Buhit. "Ngga pernah bah. Kita (masyarakat) nggak dianggap. Nggk pernah kudengar membuat dialog, atau apakah mau menerima masukan," tegas Efendy Naibaho.
Seperti diketahui, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba sendiri, merupakan lembaga khusus yang dirancang untuk mempercepat pengembangan Danau Toba sebagai salah satu tujuan pariwisata prioritas Indonesia. Badan ini merupakan satuan kerja (Satker) di bawah Kementerian Pariwisata RI.
Sementara BP TCUGGp, merupakan badan yang bertugas untuk mengelola dan mengembangkan kawasan geopark, termasuk warisan geologi, budaya dan biologi. Dalam menjalankan tugasnya, badan ini harus melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata.*