JAKARTA - Indonesia kehilangan salah satu tokoh intelektual penting dalam bidang ekonomi dan kebijakan publik. Arif Budimanta, ekonom nasional yang dikenal luas sebagai pengusung konsep Pancasilanomics, wafat pada Sabtu, 6 September 2025, pukul 06.00 WIB di Jakarta.
Arif menghembuskan napas terakhirnya di usia 53 tahun. Ia dikenal sebagai Mantan Staf Khusus Presiden Joko Widodo di bidang ekonomi dan Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kepergian Arif menjadi duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga dan kolega, tapi juga bagi dunia intelektual dan kebijakan ekonomi Indonesia.
Ekonom senior Indef sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menyampaikan rasa duka mendalam dan mengenang Arif sebagai sosok yang konsisten memperjuangkan ekonomi berkeadilan dan berpijak pada konstitusi.
"Di DPR pada periode 2009–2014, Arif dan rekan-rekannya aktif dalam gerakan sunyi, yakni menghidupkan ekonomi konstitusi. Indikator kesejahteraan rakyat harus menjadi tujuan utama, bukan sekadar pertumbuhan ekonomi berbasis kebijakan yang liberal," ujar Didik, Sabtu (6/9).
Arif merupakan anggota DPR RI dari PDIP periode 2009–2014 dan dikenal sebagai salah satu penggagas Kaukus Ekonomi Konstitusi lintas fraksi. Tujuan utama kaukus ini adalah memasukkan indikator kesejahteraan masyarakat ke dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain berkiprah di parlemen dan pemerintahan, Arif dikenal sebagai intelektual yang rajin menulis. Ia menyumbangkan banyak pemikiran dalam kolom-kolom opini media nasional, dengan fokus pada:
Isu ketimpangan ekonomi
Pemberdayaan UMKM
Investasi nasional
Pembangunan berkelanjutan
Arah kebijakan fiskal negara
Pada tahun 2019, Arif menerbitkan buku penting berjudul "Pancasilanomics: Ekonomi Pancasila dalam Gerak", yang menjadi salah satu rujukan dalam diskursus ekonomi alternatif berbasis nilai-nilai Pancasila. Buku ini mengajak pembuat kebijakan untuk menimbang keadilan sosial, kemandirian ekonomi, dan keberlanjutan dalam menyusun arah pembangunan nasional.
Ia juga menulis buku "Arsitektur Ekonomi Indonesia", yang merupakan kritik tajam terhadap model ekonomi liberal dan ajakan kembali pada semangat Pasal 33 UUD 1945.
Rumah duka Arif di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, sejak pagi hari dipenuhi pelayat dari berbagai kalangan. Tampak deretan karangan bunga dari tokoh-tokoh nasional seperti:
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung
Tokoh politik dan ekonomi lain juga hadir langsung melayat, seperti Anies Baswedan, Muhadjir Effendy, hingga rekan-rekan akademisi dan aktivis ekonomi kerakyatan.
Didik J. Rachbini menegaskan bahwa kepergian Arif bukan hanya kehilangan sahabat dan kolega, tapi juga hilangnya sosok pemikir langka yang menjembatani nilai-nilai Pancasila ke dalam kebijakan ekonomi riil.
"Namun kepergiannya banyak yang harus dikenang sebagai hikmah dan pelajaran hidup bagi generasi selanjutnya," tutup Didik.
Arif Budimanta mungkin telah tiada, namun gagasan dan perjuangannya dalam menyuarakan ekonomi berkeadilan dan berpihak pada rakyat kecil akan terus hidup dan menginspirasi. Lewat konsep Pancasilanomics, ia meninggalkan jejak pemikiran yang kuat, relevan, dan sangat dibutuhkan dalam arah pembangunan bangsa yang berdaulat dan berkeadilan.*