JAKARTA – Fenomena menurunnya minat siswa dan mahasiswa terhadap pelajaran sains, khususnya matematika, fisika, kimia, dan biologi, kini ramai diperbincangkan. Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi (Minatsaintek) Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Yudi Darma, mengungkapkan bahwa banyak siswa kini lebih enggan untuk mempelajari mata pelajaran sains. Terutama fisika, yang sering dianggap sulit dan membosankan.
"Matematika, fisika, kimia, dan biologi, terutama fisika, memang sudah tidak menarik lagi bagi banyak siswa. Bahkan, mahasiswa yang tertarik pada bidang MIPA juga semakin sedikit," ujar Yudi dalam acara Ngopi Bareng Kemdiktisaintek bersama wartawan, Selasa (18/2/2025). Hal ini sejalan dengan video-video viral yang menunjukkan siswa SMP dan SMA kesulitan dalam melakukan perhitungan dasar, yang menjadi indikasi adanya masalah serius dalam sistem pendidikan sains dan matematika di Indonesia.
Rektor Universitas Pertamina, Prof. Wawan Gunawan, mengonfirmasi penurunan minat ini, terutama di jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Di Universitas Pertamina, hanya ada satu program studi sains murni, yaitu jurusan Kimia yang berada di bawah Fakultas Sains dan Ilmu Komputer. Bahkan, menurut Wawan, untuk menarik mahasiswa baru di jurusan Kimia pun perlu pendekatan kreatif, seperti memberikan beasiswa.
"Di kampus kami, satu-satunya program studi sains murni, ya cuma kimia. Bisa mendapatkan mahasiswa di jurusan ini saja sudah alhamdulillah," ujarnya.
Untuk meningkatkan minat mahasiswa terhadap jurusan sains, Wawan menegaskan pentingnya perubahan cara dalam menyampaikan ilmu sains. Ia berpendapat bahwa ilmu sains sebaiknya lebih diperkenalkan dalam bentuk yang aplikatif, bukan hanya teori atau rumus yang kompleks.
"Kimia itu mendukung industri kecantikan yang sedang tren, atau teknologi pangan yang sangat relevan. Jadi, kita harus mengubah cara komunikasi sains agar lebih menarik," jelas Wawan. Universitas Pertamina sendiri sudah mulai beradaptasi dengan menambahkan peminatan di jurusan Kimia, seperti kimia untuk kecantikan.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Pertamina, Prof. Rudy Sayoga Gautama Benggolo, mengungkapkan bahwa masalah ini juga berakar dari kebijakan pendidikan di jenjang SD-SMA, terutama kebijakan "Merdeka Belajar" yang memungkinkan siswa memilih mata pelajaran sesuai minat. Namun, hal ini justru membuat banyak siswa menghindari mata pelajaran sains dan matematika.
"Banyak siswa yang menghindari mata pelajaran sains, seperti matematika, fisika, dan kimia, hanya untuk memenuhi syarat minimal saja," ungkap Rudy.
Fenomena ini menunjukkan pentingnya inovasi dalam sistem pendidikan, baik dari sisi kurikulum maupun cara penyampaian materi. Agar sains kembali diminati, perlu ada perubahan cara berpikir mengenai ilmu ini, menjadikannya lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari dan kebutuhan industri.