BREAKING NEWS
Sabtu, 26 April 2025

Hukum Tukar Uang Baru dalam Islam: Apakah Mengandung Unsur Riba?

Justin Nova - Kamis, 20 Maret 2025 15:29 WIB
146 view
Hukum Tukar Uang Baru dalam Islam: Apakah Mengandung Unsur Riba?
Ilustrasi Uang Baru.
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA -Menjelang penghujung bulan Ramadan, tradisi menukar uang baru untuk dibagikan saat Lebaran kembali ramai dilakukan masyarakat Indonesia.

Namun, seiring maraknya jasa penukaran uang baru, baik melalui perbankan maupun secara informal, muncul pertanyaan tentang hukum tukar uang baru dalam Islam.

Apakah transaksi ini termasuk dalam riba?

Penukaran uang baru semakin menjadi tren, dengan berbagai layanan yang disediakan oleh bank maupun pihak lain di luar sistem perbankan.

Banyak masyarakat memilih menggunakan jasa informal yang biasanya menerapkan biaya tambahan untuk memperoleh keuntungan. Lalu, apakah praktik ini sah menurut hukum Islam?

Pengertian Riba dalam Islam

Dalam Islam, riba diartikan sebagai keuntungan atau tambahan yang diperoleh dari transaksi pinjam-meminjam yang melebihi pokok utang.

Riba dibagi menjadi dua jenis, yakni riba fadhl dan riba nasi'ah.

Riba Fadhl – terjadi ketika ada penukaran barang sejenis dengan jumlah yang tidak seimbang, seperti menukar uang baru dengan uang lama dalam jumlah yang berbeda.

Riba Nasi'ah – terjadi ketika ada tambahan yang dikenakan pada pinjaman yang harus dibayar lebih dari pokok utangnya setelah jangka waktu tertentu.

Hukum Tukar Uang Baru dalam Perspektif Islam

Menurut Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), Alhafiz Kurniawan, jika penukaran uang dilakukan dengan nominal lebih besar dari yang diberikan, maka transaksi tersebut menjadi haram, karena masuk dalam kategori riba.

Namun, jika yang dibayarkan hanya berupa biaya jasa untuk penukaran, maka transaksi tersebut diperbolehkan karena dianggap sebagai akad ijarah (sewa jasa).

Pendapat Ulama tentang Hukum Tukar Uang

Beberapa pandangan ulama menyatakan bahwa penukaran uang baru boleh dilakukan selama dilakukan secara kontan tanpa adanya tambahan nominal.

Hal ini dijelaskan oleh madzhab Syafi'i, Hanafi, dan sebagian Hanbali.

Di sisi lain, madzhab Maliki dan sebagian riwayat Hanbali melarang penukaran uang dengan tambahan nominal yang lebih besar.

Menjaga Keberkahan dan Menghindari Riba

Tukar uang baru bisa haram jika melibatkan tambahan nominal.

Masyarakat disarankan untuk memilih jasa penukaran uang yang hanya mengenakan biaya untuk layanan mereka dan tidak menaikkan nominal uang yang diterima.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam agar dapat menghindari praktik riba yang dapat merugikan dan menciptakan ketidakadilan sosial.

(bs/n14)

Editor
: Justin Nova
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru