JAKARTA -Pemerintah Indonesia menegaskan pentingnya penyelesaian perundingan ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa (IEU CEPA) untuk menjaga pasar industri tekstil nasional, terutama di tengah ketidakpastian geopolitik global.
Langkah ini diharapkan dapat memperluas pasar ekspor Indonesia dan meningkatkan daya saing industri tekstil domestik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan hal tersebut dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu (19/03).
Ia menjelaskan bahwa Uni Eropa adalah pasar terbesar untuk industri tekstil Indonesia dengan pangsa pasar mencapai sekitar 30 persen dari permintaan global.
Angka ini lebih besar dibandingkan dengan Amerika Serikat yang hanya menyerap sekitar 15 persen permintaan dunia.
Airlangga mencontohkan keberhasilan Vietnam yang berhasil meningkatkan ekspor tekstilnya hingga 50 persen setelah menyelesaikan perjanjian perdagangan serupa.
Hal ini menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto, yang menargetkan industri tekstil Indonesia dapat meraih manfaat serupa dengan diterapkannya IEU-CEPA.
Selain fokus pada ekspor, pemerintah juga mempersiapkan kebijakan domestik untuk memperkuat daya saing industri tekstil, khususnya bagi usaha menengah dan kecil (UMK).
Salah satu langkah yang diambil adalah program revitalisasi permesinan dengan alokasi dana Rp20 triliun sebagai subsidi investasi untuk mendukung modernisasi peralatan produksi.
"Modernisasi mesin sangat penting agar sektor tekstil bisa tetap kompetitif. Jika peralatan produksi tidak diperbarui, maka daya saingnya akan terganggu, terutama dari segi efisiensi energi dan kecepatan produksi," jelas Airlangga.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan skema kredit investasi dengan tenor 8 tahun dan subsidi bunga sebesar 5 persen untuk mendukung sektor-sektor padat karya seperti tekstil, sepatu, makanan-minuman, furnitur, dan kulit.