JAKARTA -Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuka kemungkinan pengenaan tarif bea masuk terhadap impor komoditas singkong dan tapioka.
Langkah ini disiapkan sebagai salah satu upaya untuk mendorong peningkatan produksi dalam negeri.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa kebijakan tersebut masih dalam tahap pembahasan lintas kementerian dan belum diambil keputusan final.
"Waktu itu salah satu solusinya mau dikenakan tarif bea masuk, tapi belum diputuskan," ujar Budi saat ditemui di kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Menurut Budi, selain bea masuk, pemerintah juga sedang mengkaji kemungkinan penerapan larangan dan pembatasan (lartas) terhadap impor singkong dan tapioka. Saat ini, wacana tersebut tengah dibahas di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Belum, ini saya juga masih nunggu (hasil rapat koordinasi)," tambahnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Isy Karim, menyatakan bahwa Kemendag siap membahas usulan lartas dalam forum koordinasi antar kementerian.
"Kemendag terbuka terhadap berbagai masukan dan evaluasi, khususnya dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian nasional dan daerah, serta situasi perdagangan dunia yang semakin dinamis," ujar Isy dalam keterangan tertulis, Jumat (9/5/2025).
Ia juga menambahkan bahwa Kemendag telah mendiskusikan usulan tersebut secara internal, namun keputusan akhir masih menunggu sinyal dari Kemenko Perekonomian.
Kemenko Perekonomian menyatakan pembahasan lebih lanjut akan dilakukan ketika kondisi ekonomi global dinilai stabil. Kebijakan ini juga akan mempertimbangkan masukan dari para pemangku kepentingan terkait.
Usulan pembatasan impor ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, yang memberikan landasan hukum bagi pengendalian impor komoditas tertentu demi melindungi produksi lokal.
Sementara itu, di sisi petani, harga singkong yang masih di bawah Rp1.000 per kilogram menjadi sorotan tersendiri dan turut mendorong urgensi perlindungan terhadap komoditas lokal.*