JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) tengah mempertimbangkan untuk meninjau ulang Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium, menyusul lonjakan harga gabah di tingkat petani.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan bahwa jika harga gabah sudah menyentuh angka Rp7.000/kg, maka HET beras medium perlu disesuaikan untuk menjaga keseimbangan antara produsen, penggilingan, dan konsumen.
"HET medium kalau gabahnya Rp 7.000, ya perlu dipertimbangkan. Semua mungkin saja. Kami sudah sejak April mengumpulkan para stakeholder untuk berdiskusi. Kalau memang beras mediumnya perlu di-review, ya kita review," ujar Arief saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).
Kenaikan harga gabah di tingkat petani memang memberikan keuntungan bagi para petani. Namun, Arief menyoroti praktik "ugal-ugalan" yang dilakukan oleh penggilingan dalam membeli gabah dengan harga jauh di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500/kg.
"Harga gabah naik sampai Rp7.800/kg. Ini membuat biaya produksi beras melonjak hingga Rp14.900/kg. Bagus untuk petani, tapi penggilingan juga harus bijak. Kalau semua beli gabah premium, ya harganya pasti mahal," kata Arief.
Menurutnya, penggilingan seharusnya menyerap gabah secara masif saat panen raya dengan harga sesuai HPP, agar stok tetap aman dan tidak terjadi lonjakan harga ekstrem di luar musim panen.
Data terbaru menunjukkan bahwa harga beras medium nasional kini berada di kisaran Rp14.317/kg, atau 14,54% lebih tinggi dari HET zona 1 (Rp12.500/kg). Sementara itu, harga beras premium mencapai Rp16.602/kg, naik 7,8% dari HET zona 1 (Rp14.900/kg).
Kenaikan harga ini menimbulkan tekanan bagi konsumen, terutama rumah tangga berpenghasilan rendah, di tengah upaya pemerintah menstabilkan harga bahan pokok.