JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan temuan mengejutkan terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) di Indonesia.
Sebanyak lebih dari 10 juta rekening penerima bansos tercatat tidak aktif selama lebih dari tiga tahun, dengan dana mengendap senilai Rp 2,1 triliun.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyatakan bahwa kondisi tersebut mengindikasikan adanya ketidaktepatan dalam penyaluran bantuan.
"Dari sini terlihat ada indikasi bahwa penyaluran belum tepat sasaran," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (30/7/2025).
Selain temuan tersebut, sejak tahun 2020 PPATK telah memeriksa lebih dari 1 juta rekening yang diduga terlibat dalam aktivitas pidana.
Dari jumlah itu, sekitar 150.000 rekening merupakan rekening nominee, yang diperoleh melalui praktik jual beli rekening, peretasan, atau cara-cara melawan hukum lainnya.
"Lebih dari 50.000 rekening tidak menunjukkan aktivitas apapun sebelum digunakan untuk menampung dana ilegal," ungkap Ivan.
Temuan ini menunjukkan bahwa rekening dormant kerap menjadi sasaran penyalahgunaan, termasuk dalam kasus tindak pidana korupsi, narkotika, hingga pencucian uang.
Tak hanya rekening masyarakat, PPATK juga mencatat lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran dinyatakan dormant.
Total dana yang mengendap dalam rekening tersebut mencapai Rp 500 miliar.
Padahal, menurut Ivan, rekening instansi pemerintah seharusnya aktif dan terus terpantau mengingat fungsinya yang vital dalam pengelolaan keuangan negara.
"Jika dibiarkan, hal ini akan memberikan dampak buruk bagi perekonomian dan merugikan kepentingan pemilik sah dari rekening tersebut," tambahnya.