Presiden RI, Prabowo Subianto, dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025). (foto: tangkapan layar yt setpres)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
JAKARTA – Presiden RI, Prabowo Subianto, menegaskan komitmen pemerintah untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam (SDA) nasional benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat, bukan dinikmati segelintir pihak.
Pernyataan ini disampaikan Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).
"Kita ingin Indonesia incorporated, kita ingin semua, tetapi kita mohon dengan sangat bahwa semua warga negara Indonesia, semua bangsa Indonesia dari semua tingkatan bahu membahu meraih kemakmuran bersama. Tidak boleh segelintir orang menikmati kekayaan Indonesia. Rakyat masih banyak yang susah," tegas Prabowo.
Presiden secara khusus mengingatkan pejabat pemerintah, terutama pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perbankan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), agar sungguh-sungguh menjaga uang rakyat.
"Kalau saudara tidak sadar bahwa saudara memang harus menjaga uang rakyat untuk kepentingan rakyat, saudara lalai," ujarnya.
Prabowo juga menyinggung langkah pemerintah dalam penertiban pengelolaan lahan dan SDA.
Hingga saat ini, pemerintah telah menguasai kembali sekitar 4 juta hektare lahan yang sebelumnya bermasalah secara perizinan.
Selain itu, sepanjang 2025, tidak ada izin baru maupun perpanjangan izin di sektor kehutanan, pertanahan, dan energi, termasuk HTI, HPH, maupun izin usaha pertambangan (IUP).
Langkah ini, menurut Presiden, merupakan bagian dari peninjauan menyeluruh seluruh konsesi agar selaras dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.
"Yang tidak menguntungkan rakyat kita tidak boleh ragu-ragu untuk review dan kaji kembali," kata Prabowo.
Presiden menekankan penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Ia memperingatkan pemegang konsesi yang menyalahgunakan izin dan membawa keuntungan ke luar negeri, karena tindakan tersebut merugikan kepentingan nasional dan rakyat Indonesia, bahkan dianggap tidak menghormati NKRI.