Meskipun laporan tersebut menyoroti tuduhan oplosan Pertamax dengan Pertalite, PT Pertamina melalui Vice President (VP) Corporate Communication, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa Pertamax yang dijual di pasaran telah memenuhi spesifikasi RON 92, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Dirjen Migas. "Pertamax yang beredar di masyarakat telah melewati uji sertifikasi oleh Lemigas dan sesuai dengan standar kualitas yang ditentukan," ujar Fadjar.
Pihak Kejaksaan Agung juga menegaskan bahwa fokus mereka adalah pada pengelolaan minyak mentah dan bukan pada kualitas produk yang dijual di pasaran. Tindakan blending antara RON 90 dan RON 92 yang terjadi dalam skandal ini dikaitkan dengan pengurangan biaya yang memengaruhi kualitas dan merugikan konsumen, serta menambah beban subsidi pemerintah.
Maya Kusmaya lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 31 Agustus 1980. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana di Teknik Kimia ITB dan melanjutkan studi di Norwegian University of Science and Technology (NTNU) dalam bidang Natural Gas Technology. Sejak bergabung dengan Pertamina, Maya telah menduduki sejumlah posisi penting, termasuk Senior Analyst Gas Business Initiatives, Engineering Manager Pertamina Gas, hingga VP Kapasitas Komersial dan Aset Pertamina Gas pada 2020-2021.
Maya juga dikenal sebagai profesional yang memiliki pengalaman luas di bidang pengelolaan energi dan gas. Namun, kariernya kini terancam terhenti setelah penetapan status tersangka dalam kasus korupsi ini.
Dengan kasus yang semakin berkembang, masyarakat berharap agar seluruh pihak yang terlibat dalam skandal ini dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, demi keadilan bagi negara dan masyarakat.