JAKARTA- Kasus penembakan terhadap seorang sopir ekspedisi bernama Budiman Arisandi yang terjadi pada 27 November 2024 di Kecamatan Bukit Batu, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, semakin terang setelah Kapolda Kalimantan Tengah Irjen Pol Djoko Poerwanto mengungkapkan dugaan keterlibatan pungutan liar (pungli) dalam kejadian tersebut. Djoko memaparkan kronologi kejadian ini dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI pada Selasa (17/12/2024).
Menurut Djoko, peristiwa penembakan dimulai ketika Brigadir Anton Kurniawan Setiyanto (AKS) bersama rekan kerjanya, Haryono, menuju lokasi kejadian di Jalan Tjikik Riwut KM 39. Anton yang mengaku sebagai anggota Polda Kalteng, menginterogasi Budiman yang sedang berada di pinggir jalan dekat mobil ekspedisi. Anton kemudian memberi informasi mengenai dugaan pungutan liar di Pos Lalu Lintas 38, yang akhirnya menjadi alasan untuk mengajak Budiman naik ke mobil Anton untuk mendatangi pos tersebut.
“Dengan alasan untuk memverifikasi adanya pungli yang disebutkan, Anton mengajak korban untuk ikut naik ke dalam mobil Sigra menuju Pos Lantas 38,” kata Djoko dalam rapat tersebut.Dalam perjalanan, Anton secara tiba-tiba meminta Haryono untuk berputar arah. Tak lama setelah itu, Anton menembak Budiman yang duduk di kursi depan sebelah kiri. Menurut Djoko, letusan pertama terdengar ketika posisi Haryono sedang mengemudi dan Budiman berada di kursi depan sebelah kiri. Selang beberapa waktu, letusan kedua terdengar, menandakan Anton kembali menembak Budiman. Setelah itu, Anton dan Haryono membuang jasad korban dan menguasai mobil Grand Max milik korban, yang digunakan untuk mengangkut barang-barang ekspedisi.Penyelidikan mengungkapkan bahwa Anton Kurniawan Setiyanto sebelumnya pernah terlibat dalam berbagai kasus pungutan liar. Djoko mengungkapkan, Anton sebelumnya pernah dihukum karena menggunakan mobil dinas secara tidak sah dan juga terlibat dalam pungli. “Anton pernah dihukum selama 21 hari karena penggunaan mobil dinas yang tidak sesuai aturan, dan 28 hari karena pungli,” jelas Djoko.
Penyelidikan lebih lanjut oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalteng mengonfirmasi bahwa tindakan Anton merupakan pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan korban meninggal dunia. Pada Senin (16/12/2024), Anton akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini dan diberhentikan secara tidak hormat dari kepolisian berdasarkan sidang kode etik yang dilakukan oleh Propam Polda Kalteng.Kasus ini mengundang perhatian luas setelah terungkapnya tindakan kejam seorang anggota kepolisian yang diduga melakukan pembunuhan terhadap seorang warga sipil tanpa alasan yang jelas, kecuali untuk menutupi tindak pidana pungutan liar. Penembakan yang dilakukan oleh seorang anggota polisi ini menambah panjang daftar kasus kekerasan yang melibatkan aparat, yang menambah ketidakpercayaan publik terhadap institusi kepolisian.Djoko Poerwanto, dalam kesempatan tersebut, juga meminta maaf atas perbuatan anggotanya yang mencoreng citra institusi kepolisian. “Kami mohon maaf atas peristiwa yang tidak seharusnya terjadi ini,” kata Djoko.
(JOHANSIRAIT)