Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar (TB), tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait pemberitaan kasus korupsi tata niaga timah dan importasi gula.
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
JAKARTA -Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar (TB), resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait pemberitaan kasus korupsi tata niaga timah dan importasi gula.
Tian hanya memberikan komentar singkat saat digiring menuju mobil tahanan di Kompleks Kejagung, Selasa (22/4) dini hari.
"Enggak ada, enggak ada, kita sama-sama satu profesi," ujar Tian, merujuk pada profesinya sebagai jurnalis.
Penetapan tersangka ini tidak hanya menjerat Tian Bahtiar, tapi juga Marcella Santoso (MS) yang berprofesi sebagai advokat, serta Junaidi Saibih (JS), dosen sekaligus advokat.
Ketiganya diduga melakukan permufakatan jahat untuk menghalangi proses hukum dalam dua kasus besar yang tengah ditangani Kejagung.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkap bahwa TB diduga menerima bayaran sebesar Rp 478,5 juta dari MS dan JS untuk membuat serta menyebarkan pemberitaan negatif yang menyudutkan Kejagung, termasuk narasi palsu terkait proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan.
"Berita tersebut disebarluaskan melalui media sosial, media online, dan platform milik JakTV, termasuk TikTok dan YouTube," ujar Qohar.
Tidak berhenti di situ, Qohar menjelaskan bahwa MS dan JS juga membiayai aksi demonstrasi, seminar, podcast, dan talkshow yang bertujuan menggiring opini publik agar menilai negatif penanganan perkara oleh kejaksaan.
Seluruh kegiatan tersebut diliput dan disiarkan oleh TB melalui saluran media miliknya.
Dugaan ini menunjukkan adanya upaya sistematis membentuk opini publik yang bertujuan untuk melemahkan dan mendiskreditkan institusi penegak hukum, serta mengganggu jalannya proses persidangan dua perkara besar tersebut.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.