JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menegaskan bahwa tuntutan pidana terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, bukan merupakan bentuk balas dendam, melainkan pembelajaran agar kesalahan serupa tidak terulang di masa depan.
"Bahwa tuntutan pidana ini bukanlah merupakan sarana balas dendam, melainkan suatu pembelajaran agar kesalahan-kesalahan serupa tidak terulang di kemudian hari," tegas Jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Surat tuntutan terhadap Hasto disebut jaksa setebal 1.300 halaman.
Ia menegaskan jaksa fokus pada fakta hukum yang terungkap selama proses persidangan.
"Penuntut Umum menyakini kebohongan di masa saat ini adalah utang kebenaran di masa akan datang. Untuk membuktikan perkara ini, Penuntut Umum tidak mengejar pengakuan terdakwa tetapi lebih mengacu pada alat bukti yang telah terungkap di persidangan," jelas Wawan.
Jaksa meyakini Hasto terlibat dalam kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dalam rangka meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Hasto juga diduga kuat memberikan perintah kepada bawahannya untuk menghilangkan barang bukti serta membantu Harun Masiku melarikan diri dari kejaran hukum.