JAKARTA – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, menyatakan akan melawan jika dirinya dijadikan tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
Ia menilai, jika hal itu terjadi, maka dapat dikategorikan sebagai bentuk kriminalisasi terhadap dirinya.
Pernyataan itu disampaikan Abraham dalam tayangan program Saksi Kata yang diunggah di kanal YouTube Tribunnews, Senin (21/7/2025).
Ia mengaku heran namanya terseret dalam kasus tersebut, padahal tidak merasa terlibat.
"Itu sudah kasar banget caranya. Sudah kriminalisasi betul kalau nama saya dijadikan tersangka," kata Abraham Samad.
"Saya tidak tinggal diam kalau itu terjadi. Ini soal harga diri, ini kezaliman dan harus saya lawan," tegasnya.
Abraham merupakan satu dari 12 nama yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, yang diterbitkan oleh penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Informasi ini dikonfirmasi oleh Rizal Fadillah, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), serta kuasa hukum Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa, Abdullah Alkatiri.
Kasus tudingan ijazah palsu terhadap Presiden Jokowi kini telah naik ke tahap penyidikan usai gelar perkara yang digelar oleh penyidik pada Kamis, 10 Juli 2025.
Sejauh ini, terdapat enam laporan polisi yang tengah ditangani oleh Subdit Kamneg, termasuk laporan yang diajukan langsung oleh Presiden Jokowi.
Laporan tersebut mengacu pada dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan yang muncul di tengah opini publik mengenai keaslian ijazah Presiden.
Dalam perkembangan terbaru, Presiden Jokowi dijadwalkan menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya di Polresta Solo, Jawa Tengah, pada Rabu (23/7/2025) pukul 10.00 WIB.
Pemeriksaan dilakukan dalam kapasitasnya sebagai pelapor dalam kasus dugaan fitnah terkait ijazah palsu.
Kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara, membenarkan rencana pemeriksaan tersebut.
"Penyidik memperkenankan Pak Jokowi diperiksa di Solo, dan beliau sudah menyatakan kesediaannya. Termasuk membawa dokumen pendukung seperti ijazah asli," jelas Rivai.
Ia menambahkan, pemilihan lokasi pemeriksaan di Solo didasarkan pada efisiensi, karena banyak saksi dalam perkara ini berdomisili di wilayah Solo dan Yogyakarta.
Kasus ini menjadi perhatian luas publik, karena selain menyangkut nama Presiden RI, juga menyeret sejumlah tokoh nasional, mantan pejabat, hingga aktivis.
Abraham Samad sebelumnya juga menyatakan bahwa penyidikan ini dapat menimbulkan preseden buruk jika digunakan sebagai alat untuk membungkam kritik.*