GARUT – Tragedi dalam pesta pernikahan Maula Akbar, putra Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, dan Wakil Bupati Garut Luthfianisa Putri Karlina, yang menyebabkan tiga orang meninggal dunia, terus bergulir.
Dua pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti menyatakan bahwa pihak mempelai maupun panitia penyelenggara atau event organizer (EO) berpotensi dijerat pidana atas dugaan kelalaian dalam penyelenggaraan acara.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Fajar menilai pihak mempelai tetap bisa dimintai pertanggungjawaban hukum jika tidak memberikan arahan atau peringatan kepada EO mengenai potensi risiko keramaian.
Menurut Fickar, panitia dan EO seharusnya sudah memperhitungkan besarnya massa yang hadir, mengatur distribusi makanan, serta menyediakan sistem pengamanan yang memadai.
Kelalaian dalam antisipasi ini bisa menjadi dasar hukum pertanggungjawaban pidana.
"Pengertian kelalaian itu adalah kesiapan panitia. Dia harus bisa memprediksi berapa orang yang datang, berapa keamanan yang harus disediakan, berapa makanan yang harus disediakan," lanjutnya.
Fickar menambahkan, keluarga korban juga memiliki hak untuk menggugat secara perdata, baik kepada pihak EO maupun tuan rumah.
Sementara itu, pakar hukum pidana lainnya, Azmi Syahputra, menegaskan bahwa peristiwa ini termasuk dalam kategori kealpaan akibat dalam hukum pidana.
Oleh karena itu, menurutnya, penyelidikan menyeluruh harus dilakukan.
"Pihak kepolisian harus memeriksa EO, panitia pelaksana, hingga instansi pemerintah daerah yang terlibat. Dari kelengkapan izin hingga pengamanan harus ditelusuri," kata Azmi.