
Tega! Dituduh Mencuri Jajanan, Bocah 10 Tahun Dianiaya di Padang Lawas
PADANG LAWAS Kasus penyiksaan terhadap seorang bocah perempuan berusia 10 tahun di Desa Sibuhuan Jae, Kecamatan Barumun, Kabupaten Padan
Hukum dan KriminalJAKARTA — Strategi Indonesia dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista), khususnya jet tempur, kembali menuai sorotan.
Pieter Pandie, peneliti senior dari Department of International Relations, CSIS (Centre for Strategic and International Studies) menilai pendekatan diversifikasi pemasok yang dijalankan selama ini justru berisiko menimbulkan inefisiensi dan mengaburkan arah geopolitik negara.
Dalam artikelnya di East Asia Forum, Pandie menyampaikan kritik tajam terhadap keputusan pemerintah yang membeli pesawat tempur dari berbagai negara.
Baca Juga:
Menurutnya, pola akuisisi yang terlalu beragam tersebut ibarat "gado-gado pertahanan", mengindikasikan fragmentasi strategi dan lemahnya kerangka perencanaan jangka panjang.
"Indonesia membutuhkan kerangka kerja yang transparan, yang mendefinisikan tujuan kapabilitas, penilaian ancaman, jadwal, serta anggaran. Tanpa itu, pengadaan alutsista hanya menjadi tumpukan aset tanpa arah strategis," ungkapnya.
Baca Juga:
Hingga kini, Indonesia telah mengoperasikan jet tempur dari Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Brasil, dan tengah menantikan pengiriman Dassault Rafale dari Prancis.
Selain itu, Indonesia juga terlibat dalam kerja sama pengembangan KF-21 Boramae bersama Korea Selatan, serta dikabarkan berminat pada F-15EX dari AS, Su-35 Rusia, dan J-10 China.
Namun, Pandie mengingatkan bahwa pendekatan seperti ini menyulitkan dari segi interoperabilitas, logistik, hingga pelatihan personel.
Perbedaan teknologi, sistem persenjataan, serta prosedur perawatan dari berbagai pemasok dapat mengganggu efektivitas dan kesiapan tempur TNI.
"Masalah ini tidak hanya berbiaya tinggi tetapi juga melemahkan efektivitas dan koordinasi operasional. Tanpa standar dan struktur yang rapi, kesiapan militer sulit dicapai," ujarnya.
Selain risiko teknis, Pandie juga menyoroti dampak geopolitik dari strategi pengadaan senjata Indonesia.
Ketika satu sisi bekerja sama erat dengan negara-negara Barat seperti Prancis dan AS, namun di sisi lain juga mendekati Rusia dan China, maka Indonesia dinilai mengirimkan pesan yang membingungkan kepada mitra strategisnya.
PADANG LAWAS Kasus penyiksaan terhadap seorang bocah perempuan berusia 10 tahun di Desa Sibuhuan Jae, Kecamatan Barumun, Kabupaten Padan
Hukum dan KriminalJAKARTA Dalam laga seru yang berlangsung di Superstar Knockout Volume 3 pada Sabtu malam (9/8/2025), El Rumi berhasil mengalahkan aktor
EntertainmentMEDAN Harga beras yang melambung tinggi dan kelangkaan stok di pasaran menjadi keluhan utama masyarakat Kota Medan. Pemerintah Kota (Pem
EkonomiDAIRI Seorang remaja berusia 19 tahun, Siwa Nasen, ditemukan tewas tenggelam di perairan Danau Toba, tepatnya di Pantai Dusun Sialaman,
PeristiwaJAKARTA Sekretaris Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo, mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi K
EkonomiJAKARTA Anggota Komisi I DPR RI, Sarifah Ainun Jariyah, mengajukan tiga alternatif kebijakan untuk mengatasi potensi dampak dari wacana
EkonomiBANDUNG BARAT Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang damai dan tidak menyuk
NasionalMANADO Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Mayjen TNI (Purn.) Yulius Selvanus, SE, mengajak seluruh masyarakat untuk bersamasama mengibark
NasionalJAKARTA Musisi ternama Melly Goeslaw kembali menjadi perbincangan publik setelah menggelar sebuah acara pernikahan mewah yang menuai per
EntertainmentJAKARTA Strategi Indonesia dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista), khususnya jet tempur, kembali menuai sorotan. Pieter P
Hukum dan Kriminal