JAKARTA –Donald Sihombing, seorang pengusaha yang pernah mencuri perhatian publik sebagai orang terkaya ke-14 di Indonesia menurut Majalah Forbes pada tahun 2019, kini terjerat dalam kasus dugaan korupsi. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) resmi menetapkannya sebagai tersangka terkait pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta Utara. Penetapan ini dilakukan setelah penahanan Sihombing pada Rabu (18/9/2024).
Jejak Karier dan Kekayaan
Forbes menaksir kekayaan Sihombing mencapai 1,4 miliar dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 19,6 triliun. Sebagai pemegang saham terbesar di PT Totalindo Eka Persada Tbk, Sihombing dikenal sebagai tokoh penting di sektor konstruksi. Kariernya dimulai ketika ia merintis Totalindo setelah dipecat dari perusahaan tersebut pada tahun 1995. Ia kembali membangun Totalindo pada tahun 1996, dan perusahaan ini kemudian sukses menggarap proyek-proyek besar seperti Mal Taman Anggrek dan Hotel Mulia Senayan.
Berkat kesuksesannya, Totalindo berkembang pesat dan terlibat dalam berbagai proyek konstruksi di dalam dan luar negeri, termasuk proyek perluasan Plaza Indonesia dan proyek di Abu Dhabi.
Kini, Sihombing terjerat dalam kasus pengadaan tanah seluas 12,3 hektare di Rorotan, yang dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya seharga Rp 371,5 miliar pada tahun 2019. Penyidik KPK menemukan bahwa tanah tersebut sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate (NKRE) dengan harga yang jauh lebih murah, yaitu sekitar Rp 117 miliar. Hal ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 223,8 miliar.
KPK juga menahan empat tersangka lainnya dalam kasus ini, termasuk mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, dan beberapa petinggi PT Totalindo. Mereka ditahan di Rutan Cabang Gedung KPK selama 20 hari pertama untuk menjalani proses hukum.
Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, terdapat berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan tanah tersebut. Di antaranya, adanya keputusan untuk tidak menunjuk jasa penilai publik independen dan belum dilakukannya kajian internal terkait penawaran dari PT Totalindo. Ditemukan pula bahwa beberapa SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE, yang menunjukkan adanya ketidakberesan dalam proses peralihan hak kepemilikan.
Asep juga mengungkapkan bahwa Yoory diduga menerima fasilitas dari PT Totalindo, termasuk nilai uang dalam dolar Singapura yang ditransfer oleh perusahaan tersebut.
Penangkapan dan Proses Hukum
Sihombing dan rekan-rekannya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti bersalah, mereka menghadapi ancaman hukuman penjara yang berat.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menunjukkan bagaimana korupsi dapat terjadi di sektor bisnis yang seharusnya memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Dengan penahanan Sihombing, KPK menunjukkan komitmennya untuk memberantas praktik korupsi, terutama di kalangan pengusaha besar.
Donald Sihombing, yang pernah menjadi simbol kesuksesan di dunia bisnis Indonesia, kini menghadapi tantangan hukum yang serius. Kasus ini tidak hanya mengguncang reputasi pribadinya tetapi juga mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh sektor konstruksi di Indonesia. Seiring berjalannya proses hukum, masyarakat berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan praktik korupsi di negeri ini dapat diminimalisir demi pembangunan yang lebih baik.
(N/014)
Donald Sihombing: Dari Orang Terkaya Indonesia Menjadi Tersangka Kasus Korupsi