DAMASKUS -Ketegangan geopolitik Timur Tengah kembali meningkat setelah pihak berwenang Suriah menangkap dua anggota senior Brigade al-Quds, sayap bersenjata Jihad Islam Palestina (PIJ), Rabu (23/4).
Penahanan ini dikaitkan dengan negosiasi Suriah-AS terkait pencabutan sanksi ekonomi.
Menurut laporan, kedua tokoh—Khaled Khaled dan Abu Ali Yasser—ditangkap lima hari lalu di Damaskus tanpa penjelasan resmi.
PIJ menilai tindakan tersebut sebagai "penghinaan terhadap pengorbanan" para pejuang Palestina.
"Tanah Suriah selalu menjadi pelindung. Ini tidak kami harapkan dari saudara kami," ujar pernyataan PIJ.
Penangkapan ini terjadi di tengah tuntutan keras dari Amerika Serikat, termasuk pengusiran semua pejuang Palestina dari Suriah serta larangan kegiatan politik mereka sebagai syarat normalisasi hubungan dan pencabutan sanksi.
Pemerintah Amman mengumumkan larangan total terhadap kelompok tersebut, menyusul tuduhan keterlibatan dalam rencana sabotase dan produksi senjata ilegal.
Polisi menyegel kantor pusat kelompok tersebut dan menyita seluruh asetnya.
Menteri Dalam Negeri Mazin Fraya menyebut, "Anggota kelompok ini terbukti mengancam stabilitas nasional."
Langkah ini memperkuat tren represi terhadap oposisi politik yang selama ini kritis terhadap perang Israel di Gaza dan berpengaruh di kalangan akar rumput.
Larangan ini juga memicu kekhawatiran komunitas HAM internasional terkait kebebasan sipil di Yordania, yang dalam empat tahun terakhir dinilai semakin menekan suara-suara kritis lewat regulasi ketat.
Suriah dan Yordania kini sama-sama bergerak menjauh dari kelompok-kelompok Islam politik dan bersenjata, seiring dengan upaya normalisasi dengan kekuatan Barat dan regional.
Langkah ini bisa mengubah peta dukungan terhadap perjuangan Palestina dan masa depan kekuatan Islam politik di kawasan.*