BREAKING NEWS
Rabu, 22 Oktober 2025

Hakim MK Arief Hidayat: Banyak Influencer Tak Cerminkan Nilai Pancasila, Cari Uang Saja

Adelia Syafitri - Senin, 30 Juni 2025 14:48 WIB
Hakim MK Arief Hidayat: Banyak Influencer Tak Cerminkan Nilai Pancasila, Cari Uang Saja
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat. (foto: rs)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA — Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, menyoroti peran para influencer dan content creator di media sosial yang dinilainya tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila.

Ia menyampaikan kritik tersebut dalam sebuah seminar diskusi bertajuk pendidikan dan kebangsaan yang digelar di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (30/6).

"Nah, kita itu kalah dengan influencer-influencer atau content creator yang malah tidak menarasikan Pancasila," kata Arief dalam forum yang dihadiri sejumlah kader PDIP.

Ia menilai, alih-alih menyuarakan semangat nasionalisme dan patriotisme, banyak influencer justru menyebarkan ujaran kebencian, hoaks, dan konten negatif lainnya yang tidak membangun kesadaran kebangsaan.

"Malah menyebar ujaran kebencian, hoaks, dan macem-macem," ujarnya.

Arief pun mengajak para kader PDIP dan tokoh publik untuk lebih aktif mengisi ruang digital dengan narasi-narasi positif yang menggambarkan nilai-nilai luhur bangsa.

"Mohon, mumpung ketemu para tokoh di PDIP, mari kita isi media sosial dengan narasi mengenai nasionalisme, patriotisme, dan Pancasila. Kalau tidak, kita malah ketinggalan dan diadu oleh para influencer yang hanya sekadar cari uang saja," tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Arief Hidayat juga menyinggung persoalan ketimpangan sosial dan budaya yang masih sangat terasa di Indonesia.

Menurutnya, sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia memerlukan pendekatan yang lebih kontekstual dan inklusif dalam menerapkan hukum dan kebijakan publik.

"Indonesia itu heterogen sekali. Heterogenitasnya bukan hanya di bidang sosial dan budaya, tapi juga ekonomi dan akses teknologi," ujar Arief.

Ia memberi contoh nyata tentang ketimpangan akses digital.

"Kita yang hadir di sini pisah lima menit saja dari handphone sudah panik. Tapi di luar sana, masih ada masyarakat kita yang hidupnya belum menyentuh teknologi, seperti zaman batu. Tapi tetap diatur dengan hukum yang sama," tambahnya.

Menurut Arief, kondisi ini menunjukkan pentingnya Indonesia untuk berpikir di luar kebiasaan (out of the box) dalam merumuskan kebijakan yang mampu menjawab kompleksitas masyarakat.

"Kita harus berpikir melampaui apa yang dipikirkan. Karena kalau business as usual, kita tidak akan bisa mengejar ketertinggalan dalam kondisi seperti sekarang," tandasnya.

Seminar ini menjadi bagian dari upaya membangun kesadaran hukum, sosial, dan kebangsaan di tengah perubahan zaman yang serba cepat dan dinamis.*

(kp/a008)

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru