Port-au-Prince – Ibu kota Haiti, Port-au-Prince, saat ini tengah menghadapi krisis yang semakin memburuk akibat aksi geng kriminal yang meresahkan. Dalam dua pekan terakhir, pertempuran kekerasan yang melibatkan kelompok geng “Viv Ansanm” telah membuat kehidupan di kota ini semakin tidak aman. Kelompok yang dibentuk pada Februari lalu ini awalnya bertujuan untuk menggulingkan Perdana Menteri Ariel Henry, yang telah mengundurkan diri pada April 2024. Namun, bentrokan yang terjadi kini telah membawa dampak yang jauh lebih besar bagi masyarakat.
Sejak terjadinya peningkatan kekerasan, sekitar 40.000 warga dilaporkan meninggalkan Port-au-Prince untuk mencari tempat yang lebih aman. Eksodus besar-besaran ini mencerminkan ketakutan yang melanda warga yang terperangkap di tengah konflik antar geng bersenjata yang menguasai hampir 80 persen wilayah kota. Meskipun pasukan internasional yang dipimpin oleh Kenya telah dikerahkan untuk membantu pihak kepolisian Haiti, mereka kesulitan menanggulangi aksi kekerasan yang semakin intens.
Kelompok “Viv Ansanm” yang terdiri dari berbagai geng bersenjata, kini secara rutin melakukan serangan terhadap warga sipil. Keamanan yang buruk telah menyebabkan ketidakstabilan sosial, dengan warga yang terjebak di daerah konflik tanpa perlindungan yang memadai. Bahkan, kehadiran pasukan internasional dan PBB di wilayah tersebut belum cukup untuk menghentikan serangan geng, yang kerap kali menggunakan taktik kekerasan untuk menguasai daerah-daerah strategis di kota tersebut.
Sementara itu, pemerintah Haiti berusaha untuk mencari solusi dalam menghadapi ancaman dari kelompok-kelompok ini, namun masih menghadapi kesulitan besar dalam meredakan ketegangan yang ada. Laporan terbaru mengungkapkan bahwa pertempuran sengit antara geng-geng ini masih terus berlanjut di beberapa wilayah, membuat lebih banyak warga terpaksa mengungsi untuk menghindari kekerasan yang semakin meluas.
Krisis ini menggambarkan betapa rapuhnya situasi keamanan di Haiti, yang sudah lama dilanda ketidakstabilan politik dan sosial. Masyarakat kini berharap akan ada intervensi yang lebih efektif dari komunitas internasional untuk mengakhiri kekerasan dan memberikan rasa aman bagi warga yang terpaksa meninggalkan rumah mereka.