BREAKING NEWS
Senin, 03 November 2025

Revitalisasi Pendidikan Nasional di Era Baru: Sinergi Kinerja dan Arah Transformasi

Redaksi - Jumat, 09 Mei 2025 07:52 WIB
Revitalisasi Pendidikan Nasional di Era Baru: Sinergi Kinerja dan Arah Transformasi
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Salah satu tonggak konseptual paling penting dalam arah baru kebijakan pendidikan nasional adalah implementasi PHTC di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Tidak seperti kebijakan sebelumnya yang kerap tersandera oleh logika administratif--jumlah sekolah, buku, atau guru--PHTC hadir dengan orientasi baru: pendidikan yang menekankan capaian berbasis dampak.

Dalam kerangka itu, pendidikan tidak sekadar dilihat dari input atau output-nya, tapi juga dari sejauh mana ia mampu mengubah kehidupan peserta didik dan ekosistem sosialnya secara nyata.

Pendekatan tersebut tidak datang dalam ruang kosong. Ia sejalan dengan kerangka pembangunan manusia berbasis capability approach yang diperkenalkan oleh Amartya Sen dan Martha Nussbaum, yang menekankan bahwa keberhasilan pendidikan bukanlah pada jumlah mata pelajaran yang diselesaikan, melainkan pada kemampuan seseorang menjalani hidup yang ia nilai bermakna.

Dalam konteks ini, PHTC mendorong integrasi nilai-nilai humaniora, kepemimpinan etis, serta literasi sosial dalam setiap tahapan pembelajaran. Kurikulum proyek, asesmen autentik, dan keterlibatan komunitas menjadi fitur dominan yang memperlihatkan bagaimana kebijakan itu bergerak melampaui rutinitas administratif.

Yang menjadi kekuatan dari PHTC ialah desain kelembagaannya yang terbuka dan kolaboratif. Alih-alih dibentuk sebagai unit birokrasi baru, PHTC berfungsi sebagai simpul penggerak perubahan yang melibatkan berbagai aktor--dari kampus, lembaga riset, sektor industri, hingga komunitas sipil.

Hal itu menjadi penanda bahwa Kemendikdasmen sedang membangun model governance pendidikan yang tidak sentralistik, tetapi deliberatif dan adaptif. Dengan begitu, ruang inovasi kebijakan tidak hanya datang dari pusat, tetapi juga dari sekolah-sekolah di pinggiran yang kini mulai diposisikan sebagai laboratorium sosial yang sah.

Namun, yang paling menarik dari paradigma itu ialah keberaniannya untuk menjadikan 'dampak' sebagai parameter evaluasi kebijakan, bukan hanya pelaporan kegiatan. Ini artinya, yang dihitung bukan lagi seberapa banyak pelatihan yang digelar atau modul yang dicetak. Namun, bagaimana pelatihan itu berdampak pada perubahan praktik mengajar di ruang kelas; bukan hanya berapa banyak komputer dikirim, melainkan juga bagaimana siswa menggunakannya untuk menyelesaikan persoalan riil dalam komunitasnya. Ini merupakan pergeseran dari policy for compliance menuju policy for transformation.

Tentu, tantangan masih ada: dari konsistensi data longitudinal yang dibutuhkan untuk menilai dampak kebijakan secara valid hingga kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola pelibatan publik secara bermakna. Namun, arah kebijakan ini sudah tepat. Dengan PHTC, Kemendikdasmen tidak sedang membuat proyek simbolis, tetapi membangun landasan jangka panjang bagi pendidikan yang humanistik, kontekstual, dan berdampak luas.

PHTC Presiden menandai fase baru dalam perjalanan transformasi pendidikan Indonesia dengan kebijakan yang menggulirkan perbaikan infrastruktur digital dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Upaya Kemendikdasmen dalam mempersiapkan masa depan bangsa semakin jelas melalui sinergi kebijakan yang berbasis pada dampak sosial dan ekonomi.

Namun, keberlanjutan transformasi pendidikan ini tidak hanya bergantung pada langkah-langkah kebijakan tersebut, tetapi juga pada evaluasi jangka panjang yang melibatkan keterlibatan semua pihak, baik pusat maupun daerah. Dengan memperkuat sinergi itu serta dengan keberanian untuk terus mengoreksi arah apabila diperlukan, revitalisasi pendidikan nasional dapat menemukan bentuk keberlanjutan dan signifikansinya dalam menjawab tantangan abad ke-21.

Oleh karena itu, yang dibutuhkan ialah konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan serta keterbukaan untuk mendengarkan suara publik pendidikan agar pendidikan Indonesia dapat berkembang secara inklusif, merata, dan mampu mengatasi dinamika global yang terus berubah.* (mediaindonesia.com)

*)Pengurus PP GP Ansor & Dosen UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru