
Disperindag Simalungun Temukan Beras Medium Dikemas Ulang Jadi Premium di Tiga Pasar
SIMALUNGUN Menanggapi kekhawatiran masyarakat atas isu beras oplosan yang marak di sejumlah daerah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
EkonomiOleh Shohibul Anshor Siregar
KUNJUNGAN Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia pada akhir Mei 2025 ini, menandai babak baru dalam hubungan bilateral. Langkah ini berlangsung di tengah lanskap geopolitik Indo-Pasifik yang kompleks.
Kawasan ini, poros gravitasi strategis abad ke-21, ditandai persaingan kekuatan besar, pertumbuhan ekonomi pesat, dan peningkatan belanja militer.
Baca Juga:
Dalam arena ini, Prancis berupaya memperkuat posisi serta pengaruhnya. Sedang Indonesia, berbekal kapasitas strategis dan demografis signifikan, menavigasi bentangan yang kian rumit ini.
Kunjungan ini membawa ironi historis yang tajam. Indonesia, negeri yang pernah diduduki Prancis (1806-1811), sesungguhnya memiliki "luka sejarah" terkait masa kolonial yang mestinya diaudit bahkan untuk gugatan reparasi.
Baca Juga:
Penjajahan Prancis meninggalkan catatan pahit akibat kebijakan keras Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Pada 1806, Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Louis Napoleon, sebagai penguasa Belanda, yang kemudian menunjuk Daendels pada 1808.
Inggris menginvasi Jawa pada 1811 dan mengalahkan Prancis. Daendels dikenal karena kepemimpinannya yang otoriter dan pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Kebijakan Prancis juga membatasi kekuasaan raja-raja Jawa dan mengganti bupati menjadi pegawai yang digaji. Meskipun singkat, penjajahan ini membawa perubahan politik dan sosial penting di Jawa, menjadikannya bagian dari sejarah yang relevan hingga kini.
Alih-alih menuntut perlakuan adil atas masa lalu ini, justru Indonesia malah mensubordinasikan diri kepada negara mantan penjajah tersebut demi kepentingan bisnis persenjataan mereka. Pengadaan alutsista mahal ini dinilai sangat jauh dari keniscayaan kepentingan perjuangan Indonesia saat ini, terlebih dalam mengatasi kemiskinan struktural yang dialami negara-negara Selatan secara merata.
Membedah interaksi ini membutuhkan tiga lensa teori Hubungan Internasional: Realisme, Liberalisme, dan Geopolitik Kritis.
Pertama, Realisme; memandang sistem internasional anarkis. Di sini, negara ialah aktor utama rasional, mengejar kepentingan nasional, utamanya kekuasaan dan keamanan. Kerja sama dipandang instrumental, didorong pertimbangan keamanan, keseimbangan kekuatan, atau akumulasi kemampuan militer.
Kunjungan Macron, berfokus pada penjualan alutsista dan kerja sama pertahanan, Prancis bertujuan memproyeksikan kekuatan dan memperluas pasar industri pertahanan. Bagi Indonesia, pembelian alutsista ialah upaya meningkatkan kapasitas pertahanan dalam sistem kompetitif.
Kedua, Liberalisme; menyoroti potensi kerja sama, institusi internasional, dan nilai-nilai bersama mencapai perdamaian dan kemakmuran. Teori ini mengemukakan, interdependensi ekonomi, diplomasi multilateral, dan promosi nilai universal mengurangi konflik serta mendorong keuntungan bersama.
Aspek ekonomi dan budaya dalam kunjungan Macron, serta komitmen bersama terhadap solusi konflik seperti Palestina, mencerminkan dimensi Liberalisme, menyoroti upaya membangun jembatan diplomasi dan kerja sama substantif melampaui kepentingan keamanan semata.
Ketiga, Geopolitik Kritis, pendekatan postmodern geografi politik, menganalisis bagaimana wacana dan representasi geografis dibangun dan digunakan membenarkan praktik kekuasaan. Pendekatan ini menyoroti aktor negara mengkonstruksi "ancaman" atau "mitra strategis" melalui bahasa dan narasi.
Pernyataan Macron menyebut Presiden Prabowo sebagai "teman baik" atau narasi tentang "akhir standar ganda" dalam isu Palestina dapat dianalisis sebagai konstruksi wacana berupaya membentuk persepsi dan memperkuat legitimasi kebijakan.
Sorotan Pernyataan Kunci dan Area Kerja Sama
Pemberitaan media internasional (AP News, Tempo.co, Xinhua, euronews.de, Élysée, GIFAS) konsisten menyoroti penguatan kerja sama pertahanan sebagai pilar utama kunjungan. Presiden Macron secara eksplisit menyebut potensi "pesanan baru untuk Rafale, Scorpènes, dan fregat ringan" beserta latihan gabungan, menandakan ambisi Prancis sebagai pemasok alutsista.
Presiden Prabowo Subianto melihat Prancis 'mitra utama dalam modernisasi peralatan pertahanan, termasuk dalam pengembangan industri pertahanan melalui produksi bersama dan transfer teknologi'. GIFAS mencatat Indonesia 'pelanggan terpenting kedua industri pertahanan Prancis di Indo-Pasifik, setelah India', menegaskan kepentingan ekonomi strategis di balik kerja sama ini. Dari sudut pandang realisme, ini langkah pragmatis Prancis mencari pijakan di kawasan, menemukan mitra ideal di Indonesia.
Selain pertahanan, dibahas pula kerja sama ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Macron mengundang perusahaan Indonesia berinvestasi di Prancis, dan kedua pemimpin berkomitmen pada "kerja sama konstruktif dalam pengembangan produk komoditas berkelanjutan dan menghindari pendekatan diskriminatif".
Ini menunjukkan fokus pada kemitraan ekonomi saling menguntungkan. Aspek ini, paling baik dipahami melalui lensa Liberalisme, mencakup kolaborasi dalam transisi energi, ketahanan pangan, dan transportasi ramah lingkungan. Ini menunjukkan keinginan mengatasi tantangan global melalui kolaborasi.
Isu konflik Israel-Palestina juga menjadi sorotan utama. Emmanuel Macron berharap sesuatu mungkin kontroversial bagi posisi historis Indonesia, yakni kehendak "memicu gerakan pengakuan bagi negara Palestina dalam kondisi tertentu". Kondisi ini meliputi demiliterisasi Hamas dan pengakuan hak Israel eksis.
Ia juga menyerukan "akhir standar ganda dalam hukum internasional". Presiden Prabowo Subianto menegaskan sesuatu mungkin kontroversial bagi Emmanuel Macron, "kemerdekaan bangsa Palestina ialah satu-satunya jalan mencapai perdamaian sejati".
Lebih krusial, ia menyatakan: "Segera setelah Palestina diakui oleh Israel, Indonesia siap mengakui Israel dan kami siap membangun hubungan diplomatik dengan Israel". Ini area Geopolitik Kritis memberikan wawasan penting.
Pernyataan Macron tentang "standar ganda" dan posisi tegas Prabowo, menunjukkan upaya menantang hegemoni narasi tertentu isu Timur Tengah. Sikap tegas Indonesia menantang narasi tertentu dan menegaskan komitmennya pada keadilan global, mencerminkan kebijakan luar negeri non-blok serta identitas dan aspirasi geopolitiknya.
Paradoks Kebijakan Pertahanan Indonesia: Investasi Besar di Tengah Minimnya Ancaman Nyata
Di balik kemitraan strategis yang ditegaskan, terungkap paradoks geopolitik signifikan dalam kebijakan pertahanan Indonesia. Indonesia gencar mengakuisisi alutsista modern bernilai sangat besar (kontrak Rafale $8,1 miliar, potensi kapal selam Scorpene).
Namun, perkiraan geopolitik menunjukkan peluang serangan militer asing berskala besar terhadap wilayah Indonesia dalam jangka 5, 10, 15, bahkan 20 tahun mendatang sangat rendah.
Mengapa Indonesia menginvestasikan triliunan rupiah pada alutsista tampaknya tidak relevan dengan ancaman langsung ini? Beberapa kemungkinan dapat diidentifikasi.
Pertama, Konstruksi Ancaman Abstrak (Geopolitik Kritis). Ini mungkin merefleksikan konstruksi ancaman lebih abstrak, 'ketidakpastian global' atau kebutuhan 'proyeksi kekuatan regional'.
Persaingan kekuatan besar (AS vs China) menciptakan lingkungan tidak stabil. Akuisisi alutsista bisa menjadi sinyal Indonesia memiliki kemampuan mempertahankan kepentingannya, bertindak sebagai bentuk deterensi atau menjaga 'daya tawar'.
Kedua, Ambisi Regional dan Prestise (realisme). Pembelian alutsista canggih juga didorong keinginan meningkatkan prestise dan status Indonesia sebagai kekuatan regional. Memiliki teknologi militer mutakhir memperkuat posisi tawar dalam diplomasi.
Indonesia tidak memiliki musuh bebuyutan konvensional diprediksi melancarkan invasi jangka panjang. Ketegangan di Laut China Selatan, signifikan, lebih bersifat konflik maritim dan sengketa kedaulatan parsial, bukan ancaman invasi teritorial.
Kekhawatiran analis Indonesia tentang China pada umumnya bukan invasi militer konvensional. Kecuali kooptasi halus disalurkan terutama dalam bungkusan retorika dan mekanisme Belt and Road Initiative (BRI).
BRI ialah proyek infrastruktur global bertujuan meningkatkan konektivitas antara Tiongkok dan berbagai kawasan. Negara-negara tetangga di ASEAN memiliki hubungan umumnya kooperatif.
Paradoks ini semakin tajam dibandingkan visi pertahanan Indonesia berorientasi kesejahteraan. Konsep ini menyiratkan sumber daya pertahanan mestinya berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup rakyat.
Namun, pembelian alutsista bernilai puluhan triliun rupiah memunculkan pertanyaan kritis tentang disproporsi alokasi sumber daya. Sumber daya ini dapat dialihkan untuk investasi lebih langsung berkontribusi pada kesejahteraan, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur berkelanjutan, atau pengembangan teknologi sipil.
Paradoks utamanya ialah opportunity cost dari pengadaan alutsista ini. Setiap dolar dihabiskan untuk jet tempur atau kapal selam ialah dolar tidak dapat diinvestasikan dalam mitigasi perubahan iklim (di negara kepulauan rentan), peningkatan kualitas SDM, atau pengentasan kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural masih masalah fundamental di Indonesia dan memiliki akar menyejarah sejak bangsa-bangsa Eropa bercokol sebagai penjajah di sini.
Jika ancaman konvensional rendah, investasi besar dalam hard power mungkin tidak seefisien investasi dalam soft power atau kapasitas adaptif terhadap tantangan abad ke-21 (keamanan siber, pandemi, bencana alam).
Meskipun ada klaim transfer teknologi, sejauh mana ini benar-benar mendorong kemandirian industri pertahanan dan menciptakan lapangan kerja masih perdebatan. Analisis sumber bahkan menafsirkan pengadaan ini ironi, Indonesia mensubordinasikan diri demi kepentingan bisnis mantan penjajah, mengabaikan 'luka sejarah' dan prioritas pengentasan kemiskinan struktural.
Kesimpulan Kritis
Kunjungan Presiden Macron ke Indonesia merefleksikan dinamika geopolitik global kompleks. Prancis memperkuat posisi di Indo-Pasifik melalui kerja sama pertahanan dan ekonomi.
Ini langkah pragmatis memproyeksikan kekuatan (realisme), sekaligus menekankan potensi keuntungan bersama melalui kerja sama (Liberalisme). Geopolitik Kritis membantu memahami narasi dan identitas membentuk kebijakan luar negeri.
Namun, kunjungan ini memiliki paradoks signifikan dalam kebijakan pertahanan Indonesia: pengadaan alutsista canggih biaya besar di tengah rendahnya perkiraan ancaman militer konvensional.
Ini memunculkan pertanyaan serius tentang efisiensi alokasi sumber daya dan komitmen terhadap visi pertahanan berorientasi kesejahteraan. Justifikasi sebagai deterensi dan peningkatan prestise regional (realisme), ia membawa opportunity cost besar bagi pembangunan sosial dan ekonomi.
Untuk masa depan, Indonesia perlu merumuskan strategi pertahanan lebih holistik dan realistis. Strategi ini mengintegrasikan tidak hanya ancaman militer konvensional terbatas, tetapi juga keamanan non-tradisional, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan rakyat. Kemitraan strategis dengan negara-negara seperti Prancis perlu diseimbangkan kebutuhan domestik dan visi jangka panjang Indonesia.*
Penulis dosen FISIP UMSU, Medan
SIMALUNGUN Menanggapi kekhawatiran masyarakat atas isu beras oplosan yang marak di sejumlah daerah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
EkonomiMANDAILING NATAL Dugaan penyalahgunaan Dana Desa kembali mencuat. Kali ini, laporan masyarakat datang dari Desa Hutagodang Muda, Kecamat
Hukum dan KriminalMALANG Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah resmi mencabut paspor milik Riza
NasionalSUBULUSSALAM Sebuah kasus dugaan kekerasan seksual yang sangat memprihatinkan melibatkan anak perempuan berusia 13 tahun terungkap di Ko
Hukum dan KriminalJAKARTA Masalah rem blong masih menjadi salah satu penyebab utama kecelakaan fatal di jalan raya Indonesia. Kondisi ini menjadi momok me
Sains & TeknologiNIAS SELATAN Pemerintah Kabupaten Nias Selatan memiliki payung hukum yang cukup tegas untuk mengatur transparansi pengelolaan dana desa,
PemerintahanJAKARTA Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa kenaikan harga beras terus meluas secara nasional dan terjadi di 219 kabupaten/kota
EkonomiPADANG Insiden pembubaran aktivitas ibadah di rumah doa Jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Padang, Sumatera Barat, menuai p
NasionalJAKARTA Pemerintah Singapura memastikan bahwa mantan staf khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jurist Tan, yang kini menjadi ter
Hukum dan KriminalMEDAN Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan acara nonton bareng (nobar) Final Piala AFF U23 yang mempertemukan Indonesia dan Vietnam,
Nasional