BREAKING NEWS
Minggu, 05 Oktober 2025

Dampak Sekolah 5 Hari untuk Anak

Redaksi - Kamis, 24 Juli 2025 09:04 WIB
Dampak Sekolah 5 Hari untuk Anak
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh Riduan Situmorang

ADA dilema bagi saya. Saya seorang guru. Saya menikmati pekerjaan saya sebagai guru. Menikmati sekali. Dari dulu. Apalagi setelah pulang sekolah, saya masih bisa berkarya melalui seni, literasi, budaya. Yang lebih penting, saya bisa bermain dengan anak saya.

Ia belum genap 3 tahun. Lumayan lama kami menunggunya. Hampir 2 tahun sejak pernikahan. Sampai kini, adiknya juga belum ada. Praktis, hanya dia buah hati saya. Sewaktu bayi, ia diasuh neneknya. Pernah dititip, namun sepertinya ia tak nyaman.

Setiap dititip, sepertinya ia trauma. Beberapa kali setelah dititip, ia jatuh sakit. Belum sampai 2 tahun, ia sudah harus merasakan jarum infus selama 4 hari. Sudah 2 kali ia opname. Beberapa kali jatuh lemah. Tetapi, bukan itu yang membuat saya merinding.

Beberapa kali saya lewat ke tempat penitipan. Ia langsung membungkuk. Ia membuat tangan seperti menyembah: ampun. Setiap kali. Hingga sekarang. Saya sangat sedih. Mungkin ia tak betah bersama orang lain. Ia harus bersama papa mamanya.

Sekolah 5 hari berdampak pada anak saya. Saya sangat sedih. Saya bahkan menangis menulis tulisan ini pada perayaan hari anak di sekolah saya. Saya sampai menarik diri dari tempat duduk saat monolog dari siswa yang saya latih sendiri ditampilkan.

Saya terduduk di kamar mandi kantor guru. Merayakan hari anak ini, saya harus memaksa anak saya manjae lebih awal. Ia belum genap 3 tahun. Saya jadi cengeng. Apakah demi anak orang lain, saya harus mengorbankan anak saya sendiri?

Siapa anak orang lain ini dibandingkan anak saya? Saya jadi teringat. Setiap saya antar di pagi hari Senin, anak saya akan terdiam. Ia menangis. Tetapi, saya harus pergi. Tangisnya hanya beberapa saat mungkin. Tetapi, tangisan itu sangat menyayat hati saya.

Ketika di perjalanan, saya seolah mendengar tangisannya. Saya jadi tak bisa menahan diri. Berkali-kali begitu. Setiap dua hari, kami akan ke kampung. Bermalam di sana. Pagi-pagi, kami akan pulang. Jarak tempuh sekitar 30 menit.

Kata neneknya, saat bangun, ia akan murung. Ia akan bertanya: mana papa? Mana mama? Jawaban template dari neneknya adalah: cari uang. Jawaban itu melekat di benaknya. Jawaban itulah yang ia berikan kepada setiap orang jika bertanya: mana papa, mana mama.

Ia benar. Ia harus mandiri lebih awal. Sekolah kami sudah harus baris pukul 07.00. Sementara ia belum bangun pukul itu. Andai pun sudah bangun, apakah harus seharian ia di penitipan yang sudah membuat dia trauma lalu menunduk memasang tangan sembah dan berkata: ampun?

Editor
: Justin Nova
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru