BREAKING NEWS
Minggu, 07 Desember 2025

Kesejahteraan Rakyat setelah 80 Tahun Merdeka

Redaksi - Jumat, 15 Agustus 2025 08:04 WIB
Kesejahteraan Rakyat setelah 80 Tahun Merdeka
Satgas Binmas Noken Polri melaksanakan kegiatan “Polisi Pi Ajar” anak-anak, di Sport Center, Kampung Pagaleme Distrik Pagaleme, Kabupaten Puncak Jaya, Jumat (17/7/2020). (foto: koreri.com)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh:Bagong Suyanto

JIKA dibandingkan dengan masa awal kemerdekaan, di usianya yang ke-80 tahun merdeka dari penjajahan, rakyat Indonesia tentu telah merasakan perubahan dan kemajuan yang dahsyat. Masyarakat kini makin sejahtera dan kemiskinan dari tahun ke tahun bisa diturunkan.

Menurut data BPS, pada 2015 angka kemiskinan tercatat masih 11,22%, tetapi kini per Maret 2025, angka kemiskinan di Indonesia bisa ditangani hingga menjadi 8,47% dari total populasi, atau sekitar 23,85 juta jiwa.

Per September 2024, angka kemiskinan dilaporkan turun sekitar 0,21 juta orang. Sementara itu, bila dibandingkan dengan Maret 2024 terjadi penurunan sekitar 1,37 juta orang.

Untuk kemiskinan ekstrem, saat ini angkanya tercatat sebanyak 0,85% atau menurun 0,41% poin jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di tengah kondisi perekonomian dunia yang sedang lesu, tren penurunan angka kemiskinan tentunya patut disambut gembira. Berbagai program yang digulirkan pemerintah, dalam batas-batas tertentu, terbukti efektif membantu memperpanjang napas daya tahan dan bahkan mengurangi jumlah penduduk miskin.

SEJUMLAH TANTANGAN

Saat ini, harus diakui kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Perubahan kondisi perekonomian global, penerapan kebijakan tarif Donald Trump, perang Israel-Iran dan Rusia-Ukraina, dan lesunya permintaan pasar secara akumulatif menyebabkan Indonesia harus menghadapi tantangan yang tidak ringan. Apakah berbagai perubahan global itu akan memengaruhi resiliensi dan kemampuan pemerintah untuk terus mengurangi jumlah penduduk miskin, tentu waktulah yang akan membuktikan.

Bisa dipastikan, ke depan dibutuhkan effort yang lebih untuk menjaga agar tren penurunan penduduk miskin di Indonesia dapat direalisasi. Ke depan sejumlah tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat ialah berikut ini.

Pertama, soal kemiskinan dan ketimpangan yang belum berjalan berseiringan. Meskipun selama ini telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin, yang menjadi masalah ialah ketimpangan pendapatan dan ketimpangan antarwilayah masih perlu menjadi perhatian. Saat ini, rasio Gini mencapai 0,375 --menurun dari 0,381 pada September 2024. Kesenjangan perkotaan-perdesaan masih terjadi di berbagai daerah. Persentase penduduk miskin di perkotaan umumnya lebih rendah (6,73%) jika dibandingkan dengan perdesaan (11,03%).

Dengan digulirkan berbagai paket bantuan sosial kepada keluarga miskin, memang secara temporer beban tekanan kebutuhan hidup dapat dikurangi. Namun, secara objektif harus diakui bahwa jika dibandingkan dengan banyaknya program yang digulirkan, ternyata hasilnya masih belum dapat menjamin tumbuhnya keberdayaan dan penghidupan yang layak bagi penerima manfaatnya.

Di berbagai daerah, pembagian kue nasional pembangunan harus diakui masih belum merata. Sering terjadi, ketika industrialisasi masuk ke sebuah wilayah, masyarakat lokal ternyata masih banyak yang menjadi penonton di luar. Ketimpangan masih nyata terlihat. Akibat kondisi dan profil tenaga kerja lokal yang masih didominasi pekerja berlatar belakang pendidikan SMP, atau bahkan SD dan tidak sekolah, jangan heran jika peluang mereka terserap pada sektor industri yang masuk menjadi sangat terbatas. Invasi pabrik-pabrik di berbagai daerah, sering malah menimbulkan suksesi kepemilikan aset dan merusak pola mata pencaharian penduduk lokal yang masih tradisional dan konvensional.

Kedua, soal keadilan sosial yang belum sepenuhnya terwujud. Dalam pendekatan yang meritokratis, semua orang memang diberi kesempatan yang sama untuk bersaing satu dengan lain. Namun, karena basis modal sosial yang dimiliki berbeda dan struktur sosial yang ada juga terpolarisasi, konsekuensinya persaingan sering berjalan tidak adil. Pelaku ekonomi yang hanya mengandalkan modal yang terbatas sering harus menerima nasib kalah bersaing dengan pelaku usaha yang didukung modal dan jaringan raksasa.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru