
Warga Senior Kuta Gelar Perayaan HUT ke-80 RI di Pantai Jerman dengan Semangat Nasionalisme
KUTA, BALI Semangat nasionalisme tidak padam meski usia telah memasuki masa lanjut. Tiga organisasi warga senior yakni Werda Bungan Sand
BeritaSebagian peneliti di Eijkman masih dalam sekapan. Belum dihukum mati. Sebagian sudah dipancung. Achmad Mochtar ingin menyelamatkan begitu banyak peneliti dari hukuman pancung. Ia melakukan kontak dengan tentara Jepang. Ia akan bersedia mengaku bersalah asal seluruh staf dan peneliti di Eijkman dibebaskan.
Upaya dokter Achmad Mochtar berhasil. Banyak yang dibebaskan. Tapi ia sendiri harus menanggung akibatnya: dijatuhi hukuman mati. Dipancung. Di bawah pohon besar di Ancol. Umurnya saat itu: 56 tahun.
Baca Juga:
Pohon itu masih ada. Sudah mati. Diabadikan. Bagian bawahnya dilapisi semen. Dicat warna kayu. Agar tidak lapuk. Bagian atasnya dibiarkan asli. Hanya dilindungi cat yang juga warna kayu. Tentu sudah tanpa ranting dan daun.
"Sumurnya di sini," ujar Damanhuri, penjaga makam Belanda itu. Ia pun mengajak saya masuk ke dalam tugu peringatan. Bagian bawah tugu itu segi empat. Terbentuklah ruangan sekitar 3 x 3 meter. "Di bawah lantai ini sumurnya," ujar Damanhuri, lelaki Betawi asli.
Baca Juga:
Di samping Achmad Mochtar masih ada delapan temannya yang ikut dipancung. Ternyata Jepang tidak membebaskan semua tawanan yang dijanjikannya.
Banyak juga orang Belanda yang dipancung di situ. Kelak, sekian tahun kemudian, setelah sumur berhasil digali, tulang belulang mereka dipindahkan ke lahan seluas 3 hektare di sekitar sumur itu. Itulah komplek Ereveld Ancol sekarang. Anda sudah tahu arti Ereveld --maka kehormatan.
Di atas makam 3 hektare itu nisan-nisan ditancapkan. Warna putih. Mirip makam di Belanda.
Salah satu nisan itu tertulis nama Achmad Mochtar. Juga nama delapan orang dari Lembaga Eijkman. Anda baca sendirilah siapa yang berjasa menemukan di mana lokasi jenasah Achmad Mochtar dibuang Jepang. Banyak literatur tentang ini di Google.
Saya keliling makam itu. Tertata rapi. Terawat baik. Indah. Hijau. Asri. Ada tanggul laut untuk membuat makam tersebut tidak menggelam. Air laut di luar tanggul memang dua meter lebih tinggi dari makam.
Saat saya duduk di gasebo di atas tanggul itu terlihat betapa rendah makam itu dibandingkan air lautnya.
Sebuah yayasan Belanda membangun, merawat dan mengelola makam ini. Yang bekerja di situ 12 orang. Yayasan tersebut juga membawahkan enam makam serupa di Bandung, Semarang, dan Kembang Kuning, Surabaya.
Sekitar 2.000 nisan putih ada di situ. Ada yang pakai nam,a banyak juga yang tidak bernama. Mereka adalah pahlawan (Belanda) tidak dikenal. Bacalah tulisan di nisan-nisan itu: Geexecuteerd. Anda sudah tahu artinya.
KUTA, BALI Semangat nasionalisme tidak padam meski usia telah memasuki masa lanjut. Tiga organisasi warga senior yakni Werda Bungan Sand
BeritaPenulis Oleh Hangga Oftafandany SHPangkalpinang Ini bukan konspirasi pemakzulan, ini konspirasi kriminalisasi dipusaran penetapan tersangk
OpiniBALIGE Tepat di Hari Ulang Tahun ke80 Republik Indonesia, Sabtu (17/8/2025), Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) sukses meng
OlahragaJAKARTA Ketua DPR RI Puan Maharani membantah kabar yang menyebut adanya kenaikan gaji anggota DPR RI menjadi Rp 3 juta per hari atau sek
NasionalMEDAN Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan India, Grand Mercure Angkasa Medan, bagian dari jaringan Accor Hotels, menggelar acara sp
Seni dan BudayaMEDAN Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang menolak peserta BPJS Kesehatan untuk berobat, merupaka t
KesehatanBINJAI Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke80 Kemerdekaan Republik Indonesia, sebanyak 1.227 narapidana di Lembaga Pemasyarakata
PemerintahanJAKARTA Karnaval peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke80 Republik Indonesia resmi dibuka oleh Presiden Prabowo Subianto di kawasan Monumen
NasionalJEMBARANA Wakil Kepala Kepolisian Resor (Waka Polres) Jembrana, Kompol I Ketut Darta, S.H., M.H., menghadiri Upacara Pengibaran Bendera Me
NasionalJAKARTA Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menyoroti momen kebersamaan tiga Presiden Republik IndonesiaSusilo
Nasional