BREAKING NEWS
Rabu, 10 September 2025

Melihat Lebih Dalam Revolusi Kelas Menengah

Redaksi - Selasa, 09 September 2025 07:35 WIB
Melihat Lebih Dalam Revolusi Kelas Menengah
Ilustrasi. (foto: Miftahul Hayat/JawaPos)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh:Pristanto Silalahi.

DI tengah hiruk pikuk pertumbuhan ekonomi dan geliat digitalisasi, ada satu lapisan masyarakat Indonesia yang kini bergerak secara frontal-kelas menengah. BPS, 2024 mencatat bahwa jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah di Indonesia ada sebanyak 66,35 persen dari total penduduk Indonesia. Oleh karena itu, kelas menengah memiliki peran krusial sebagai bantalan ekonomi nasional atau sering juga disebut sebagai the backbone of modern economy.

Selama dua dekade terakhir, narasi seputar kelas menengah Indonesia cenderung optimistik. Dilihat dari laporan lembaga-lembaga internasional seperti World Bank dan McKinsey menggambarkan kelompok ini sebagai tulang punggung pembangunan -"the consuming class": mereka punya daya beli, bisa mengakses pendidikan tinggi, dan mendorong sektor informal serta digital.

Baca Juga:

Sejenak berkaca ke belakang, bahwa sejak reformasi 1998 kelas menengah Indonesia tumbuh pesat berkat reformasi ekonomi, ekspansi pendidikan tinggi, dan urbanisasi. Sesaat melihat hari ini adalah bukti sukses pembangunan pasca-Reformasi.

Di Indonesia sendiri, narasi umum menyebut kelas ini sebagai "motor pertumbuhan ekonomi" dikarenakan posisinya sebagai konsumen utama, pelaku UMKM, dan katalis inovasi. Namun ternyata, narasi ini pun sudah mulai retak. Mengapa tidak? Karena di balik statistik pertumbuhan PDB dan geliat startup, secara bersamaan juga menciptakan kelas menengah itu sendiri menyimpan paradoks.

Baca Juga:

Ketimpangan tetap tinggi (Koefisien Gini stagnan di angka 0,38-0,40), mobilitas sosial vertikal makin sulit, dan sektor informal tetap menyerap sebagian besar tenaga kerja kelas menengah bawah. Hal ini menjadikan kelas menengah Indonesia menghadapi tekanan struktural yang kian nyata.

Biaya hidup naik, ketimpangan memburuk, dan pekerjaan formal menyusut. Banyak dari mereka hidup dalam ilusi mobilitas sosial ke atas, padahal dalam realitasnya, justru stagnasi yang lebih sering terjadi. Maka yang kelas ini yang seharusnya dianggap sebagai penyangga stabilitas dan motor pertumbuhan konsumsi, kini kelas ini menunjukkan gejala yang lebih kompleks: ada keresahan politik, ketidakpuasan ekonomi, dan semangat protes yang melampaui sekadar isu dompet.

Populisme Tanpa Arah, Revolusi Kelas Menengah Menggema

Sebenarnya situasi keresahan ini terjadi tidaklah secara tiba-tiba, seperti petir di siang bolong. Jika kita mencermati sejak pandemi COVID-19 sudah mulai ada kegelisahan. Walaupun pasca-pandemi Covid-19, statistik makro kembali menunjukkan pemulihan, akan tetapi tidak sedikit juga rumah tangga kelas menengah merasakan "penurunan kualitas hidup": biaya pendidikan dan kesehatan naik, lapangan kerja formal menyempit, dan utang konsumtif cenderung meningkat.

Di saat yang sama, pemerintah saat ini fokus pada program atau proyek mercusuar yang mana itu jauh dari aspirasi publik. Hal ini terlihat dari munculnya kebijakan-kebijakan kontroversial dan cenderung populis. Sebut saja ada program makan bergizi gratis (MBG), ada koperasi desa merah putih (KDMP), sekolah rakyat dan seterusnya yang pada akhirnya juga belum tentu bisa berhasil.

Semua program-program itu tentu membutuhkan anggaran yang sangat fantastis, di tengah-tengah kondisi fiskal negara masih cenderung stagnan. Ini membuktikan bahwa pemerintah terlalu memaksakan kebijakan yang berdasarkan keinginan penguasa tidak secara evidence-based policy.

Karena kebijakan yang diambil berdasarkan keinginan semata dan cenderung populis, masyarakat yang direpesentasikan dari golongan kelas menengah dirasa tidak berpihak dan berdampak secara nyata. Akhirnya, muncullah gelombang demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus 2025 sampai hari-hari ke depan ini yang mana dimotori oleh mahasiswa, buruh, driver ojol hingga profesional muda, bukanlah gerakan tanpa arah. Inilah yang kami sebut sebagai revolusi kelas menengah.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Gol Korea Selatan dari Sudut Maut Bikin Timnas U-23 Indonesia Tertinggal 0-1
Line Up Timnas Indonesia U-23 vs Korea Selatan: Duet Hokky Caraka dan Rafael Struick Jadi Andalan di Lini Depan!
Jenazah Staf KBRI Zetro Leonardo Purba Tiba di Jakarta, Suasana Haru Sambut Kepulangan
Retret dan Temu Rohani Katolik Keuskupan TNI-Polri Digelar di Muntilan
UNAR Gelar Sosialisasi Pendidikan di Puskesmas Kuta Baharu, Dukung Peningkatan SDM Kesehatan
UNAR Laksanakan Sosialisasi Pengembangan Jenjang Pendidikan di Puskesmas Singkohor, Aceh Singkil
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru