BREAKING NEWS
Kamis, 25 September 2025

MBG: Masalah Keracunan Makanan dan Pro-Poor

Redaksi - Rabu, 24 September 2025 07:48 WIB
MBG: Masalah Keracunan Makanan dan Pro-Poor
Ilustrasi. (foto: setneg)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

MBG yang menggunakan blanket approach perlu diusulkan agar pendekatannya pro-poor sehingga hanya siswa miskin yang berhak mendapatkan MBG. Ini akan mengurangi jumlah sasaran dan menghemat anggaran. Dan juga, penyiapan serta penyediaan MBG lebih mudah dalam kontrol kualitas gizi dan keamanan pangannya.

Pertanyaan mendasar untuk melakukan program pro-poor adalah siapa yang disebut orang miskin? Kemiskinan di Indonesia ditandai oleh banyaknya rumah tangga yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan nasional. Meski secara resmi tidak dikategorikan miskin, mereka tetap rentan jatuh miskin.

Selain itu, ada pula kelompok yang tidak tergolong miskin secara pendapatan, tetapi miskin dalam hal akses terhadap layanan dasar, seperti air bersih dan perumahan layak.

Garis kemiskinan yang terlalu rendah berisiko menyesatkan. Banyak orang akan tercatat sebagai "tidak miskin" padahal kehidupannya jauh dari layak karena kebutuhan dasar tidak terpenuhi.

Data resmi BPS per Maret 2025 mencatat 23,85 juta penduduk miskin, tetapi penerima Program Keluarga Harapan (PKH) mencapai 10 juta rumah tangga atau sekitar 40 juta orang. Hal ini menimbulkan pertanyaan: berapakah sebenarnya jumlah penduduk miskin di Indonesia?

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2025 menetapkan garis kemiskinan Indonesia sebesar Rp609.160 per kapita per bulan, atau sekitar Rp20.000 per orang per hari.

Namun, garis kemiskinan bukan sekadar persoalan teknis statistik. Angka ini menjadi dasar penting dalam berbagai keputusan kebijakan: menentukan siapa yang berhak menerima bantuan sosial, siapa yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), serta siapa yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.

Ketika definisi kemiskinan dibuat terlalu sempit, banyak masyarakat yang sebenarnya hidup dalam kesulitan ekonomi justru tidak tercakup dalam kategori miskin secara resmi. Akibatnya, mereka harus menanggung beban tanpa dukungan negara. Fenomena ini melahirkan apa yang disebut sebagai 'kemiskinan tak terlihat'. Bukan karena mereka tidak ada, melainkan karena luput dari kriteria resmi yang digunakan.
Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Tinjau SPPG Polres Semarang, Kapolri Tegaskan Pentingnya Uji Klinis dan Higienitas Makanan untuk Siswa
Bupati Bogor Diminta Tinjau Ulang Kebijakan Tunjangan DPRD, Dinilai Timbulkan Jarak dengan Rakyat
Tanggapi Isu DPR Miliki Dapur SPPG, Wakil Ketua Komisi IX: Ya Tidak Apa-Apa
Puan Maharani Respons Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Dua Periode: Pemilu Masih Jauh
Banggar DPR Tolak Hentikan MBG, Usulkan 3 Skema Alternatif
DPR RI Sahkan Anggito Abimanyu Sebagai Ketua Dewan Komisioner LPS 2025–2030
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru